Entri Populer

Rabu, 01 Desember 2010

Pengertian Skripsi



Skripsi dapat diartikan sebagai karya tulis yang disusun oleh seorang mahasiswa yang telah menyelesaikan kurang lebih 135 sks dengan dibimbing oleh Dosen Pembimbing Utama dan Dosen Pembimbing II sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Pendidiksan S1 (Sarjana).

2. TUJUAN SKRIPSI

Tujuan dalam Penulisan Skripsi adalah memberikan pemahaman terhadap mahasiswa agar dapat berpikir secara logis dan ilmiah dalam menguraikan dan membahas suatu permasalahan serta dapat menuangkannya secara sistematis dan terstruktur.

3. ISI DAN MATERI

Isi dari Penulisan Skripsi diharapkan memenuhi aspek-aspek di bawah ini :

1. Relevan dengan jurusan dari mahasiswa yang bersangkutan.

2. Mempunyai pokok permasalahan yang jelas.

3. Masalah dibatasi, sesempit mungkin.


4. BENTUK LAPORAN PENULISAN SKRIPSI.

Bentuk laporan penulisan Skripsi Fakultas Ekonomi, Program Studi Manajemen dan Akuntansi untuk jenjang Akademik Strata Satu terdiri dari:

A. Bagian Awal.
Bagian Awal ini terdiri dari: Halaman Judul
Lembar Pernyataan
Lembar Pengesahan
Abstraksi
Halaman Kata Pengantar
Halaman Daftar Isi
Halaman Daftar Tabel
Halaman Daftar Gambar: Grafik, Diagram, Bagan, Peta dan sebagainya

B. Bagian Tengah.
Bagian tengah ini terdiri dari: Bab Pendahuluan
Bab Landasan Teori
Metode Penelitian.
Bab Analisis Data dan Pembahasan
Bab Kesimpulan dan Saran

C. Bagian Akhir.
Bagian akhir terdiri dari: Daftar Pustaka
Lampiran

Penjelasan secara terinci dari Struktur Penulisan Skripsi dapat dilihat sebagai berikut :

A. Bagian Awal.

Pada bagian ini berisi hal-hal yang berhubungan dengan penulisan skripsi yakni sebagai berikut :

1. Halaman Judul

Ditulis sesuai dengan cover depan Penulisan Skripsi standar Universitas Gunadarma.

2. Lembar Pernyataan

Yakni merupakan halaman yang berisi pernyataan bahwa penulisan skripsi ini merupakan hasil karya sendiri bukan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap hasil karya orang lain.

3. Lembar Pengesahan

Pada Lembar Pengesahan ini berisi Daftar Komisi Pembimbing, Daftar Nama Panitia Ujian yang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota. Pada Bagian bawah sendiri juga disertai tanda tangan Pembimbing dan Kepala Bagian Sidang Sarjana.

4. Abstraksi

Yakni berisi ringkasan tentang hasil dan pembahasan secara garis besar dari Penulisan Skripsi dengan maximal 1 halaman.

5. Kata Pengantar

Berisi ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang ikut berperan serta dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan Skripsi (a.l. Rektor, Dekan, Ketua Jurusan, Pembimbing, Perusahaan, dll ).

6. Halaman Daftar Isi

Berisi semua informasi secara garis besar dan disusun berdasarkan urut nomor halaman.

7. Halaman Daftar Tabel

8. Halaman Daftar Gambar, Daftar Grafik, Daftar Diagram

B. Bagian Tengah

1. Pendahuluan

Pada Bab Pendahuluan ini terdiri dari beberapa sub pokok bab yang meliputi antara lain :
Latar Belakang Masalah

Menguraikan tentang alasan dan motivasi dari penulis terhadap topik permasalahan yang bersangkutan.
Rumusan Masalah

Berisi masalah apa yang terjadi dan sekaligus merumuskan masalah dalam penelitian yang bersangkutan.
Batasan Masalah

Memberikan batasan yang jelas pada bagian mana dari persoalan atau masalah yang dikaji dan bagian mana yang tidak.

Tujuan Penelitian

Menggambarkan hasil-hasil apa yang bisa dicapai dan diharapkan dari penelitian ini dengan memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti.
Metode Penelitian


Menjelaskan cara pelaksanaan kegiatan penelitian, mencakup cara pengumpulan data, alat yang digunakan dan cara analisa data.

Jenis-Jenis Metode Penelitian :

a. Studi Pustaka : Semua bahan diperoleh dari buku-buku dan/atau jurnal.

b. Studi Lapangan : Data diambil langsung di lokasi penelitian.

c. Gabungan : Menggunakan gabungan kedua metode di atas.

Sistematika Penulisan

Memberikan gambaran umum dari bab ke bab isi dari Penulisan Skripsi


2. Landasan Teori

Menguraikan teori-teori yang menunjang penulisan / penelitian, yang bisa diperkuat dengan menunjukkan hasil penelitian sebelumnya.

3. Metode Penelitian

Menjelaskan cara pengambilan dan pengolahan data dengan menggunakan alat-alat analisis yang ada.

4. Analisis Data dan Pembahasan

Membahas tentang keterkaitan antar faktor-faktor dari data yang diperoleh dari masalah yang diajukan kemudian menyelesaikan masalah tersebut dengan metode yang diajukan dan menganalisa proses dan hasil penyelesaian masalah.


5. Kesimpulan (dan Saran)

Bab ini bisa terdiri dari Kesimpulan saja atau ditambahkan Saran.

- Kesimpulan

Berisi jawaban dari masalah yang diajukan penulis, yang diperoleh dari penelitian.

- Saran

Ditujukan kepada pihak-pihak terkait, sehubungan dengan hasil penelitian.

B. BAGIAN AKHIR

- Daftar Pustaka

Berisi daftar referensi (buku, jurnal, majalah, dll), yang digunakan dalam penulisan

.

- Lampiran

Penjelasan tambahan, dapat berupa uraian, gambar, perhitungan-perhi tungan, grafik atau tabel, yang merupakan penjelasan rinci dari apa yang disajikan di bagian-bagian terkait sebelumnya.



5. TEKNIK PENULISAN

1. Penomoran Bab serta subbab

- Bab dinomori dengan menggunakan angka romawi.

- Subbab dinomori dengan menggunakan angka latin dengan mengacu pada nomor bab/subbab dimana bagian ini terdapat.

II ………. (Judul Bab)

2.1 ………………..(Judul Subbab)

2.2 ………………..(Judul Subbab)

2.2.1 ………………(Judul Sub-Subbab)

- Penulisan nomor dan judul bab di tengah dengan huruf besar, ukuran font 14, tebal.

- Penulisan nomor dan judul subbab dimulai dari kiri, dimulai dengan huruf besar, ukuran font 12, tebal.

2. Penomoran Halaman

- Bagian Awal, nomor halaman ditulis dengan angka romawi huruf kecil (i,ii,iii,iv,…).Posisi di tengah bawah (2 cm dari bawah). Khusus untuk lembar judul dan lembar pengesahan, nomor halaman tidak perlu diketik, tapi tetap dihitung.

- Bagian Pokok, nomor halaman ditulis dengan angka latin. Halaman pertama dari bab pertama adalah halaman nomor satu. Peletakan nomor halaman untuk setiap awal bab di bagian bawah tengah, sedangkan halaman lainnya di pojok kanan atas.

- Bagian akhir, nomor halaman ditulis di bagian bawah tengah dengan angka latin dan merupakan kelanjutan dari penomoran pada bagian pokok.


3. Judul dan Nomor Gambar / Grafik / Tabel

- Judul gambar / grafik diketik di bagian bawah tengah dari gambar. Judul tabel diketik di sebelah atas tengah dari tabel.

- Penomoran tergantung pada bab yang bersangkutan, contoh : gambar 3.1 berarti gambar pertama yang aga di bab III.
Penulisan Daftar Pustaka


- Ditulis berdasarkan urutan penunjukan referensi pada bagian pokok tulisan ilmiah.

- Ditulis menurut kutipan-kutipan

- Menggunakan nomor urut, jika tidak dituliskan secara alfabetik

- Nama pengarang asing ditulis dengan format : nama keluarga, nama depan.

Nama pengarang Indonesia ditulis normal, yaitu : nama depan + nama keluarga

- Gelar tidak perlu disebutkan.

- Setiap pustaka diketik dengan jarak satu spasi (rata kiri), tapi antara satu pustaka dengan pustaka lainnya diberi jarak dua spasi.

- Bila terdapat lebih dari tiga pengarang, cukup ditulis pengarang pertama saja dengan tambahan ‘et al’.

- Penulisan daftar pustaka tergantung jenis informasinya yang secara umum memiliki urutan sebagai berikut :

Nama Pengarang, Judul karangan (digarisbawah / tebal / miring), Edisi, Nama Penerbit, Kota Penerbit, Tahun Penerbitan.

- Tahun terbit disarankan minimal tahun 2000
Penulisan Daftar Pustaka


Satu Pengarang
Budiono. 1982. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta : Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.

Friedman. 1990. M. Capitalism and Freedom.
Chicago : University of Chicago Press.


Dua Pengarang
Cohen, Moris R., and Ernest Nagel. 1939. An Introduction to Logic and Scientific Method. New york: Harcourt

Nasoetion, A. H., dan Barizi. 1990. Metode Statistika. Jakarta: PT. Gramedia


Tiga Pengarang
Heidjrahman R., Sukanto R., dan Irawan. 1980. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Yogyakarta: Bagian penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.

Nelson, R.., P. Schultz, and R. Slighton.
1971. Structural change in a Developing Economy. Princeton: Princeton University Press.


Lebih dari Tiga Pengarang
Barlow, R. et al. 1966. Economics Behavior of the Affluent. Washington D.C.: The Brooking Institution.
Sukanto R. et al. 1982. Business Frocasting. Yogyakarta: Bagian penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.

Pengarang Sama
Djarwanto Ps. 1982. Statistik Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Bagian penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.
____________. 1982. Pengantar Akuntansi. Yogyakarta: Bagian penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.


Tanpa Pengarang
Author’s Guide.
1975. Englewood Cliffs, N.J. : Prentice Hall.
Interview Manual. 1969. Ann Arbor, MI: Institute for Social Research, Universiy of Michigan.


Buku Terjemahan, Saduran atau Suntingan.
Herman Wibowo (Penterjemah). 1993. Analisa Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Erlangga.
Karyadi dan Sri Suwarni (Penyadur). 1978. Marketing Management. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.


Buku Jurnal atau Buletin
Insukindro dan Aliman, 1999. “Pemilihan dan Bentuk Fungsi Empirik : Studi Kasus Permintaan Uang Kartal Riil di Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 14, No. 4:49-61.
Granger, C.W.J., 1986. “Developments in the Study of Co-integrated Economic Variables”, Oxford Bulletin of Economics and Statistics, Vol.48 : 215-226.




5. Format Pengetikan

- Menggunakan kertas ukuran A4.

- Margin Atas : 4 cm Bawah : 3 cm

Kiri : 4 cm Kanan : 3 cm

- Jarak spasi : 1,5 (khusus ABSTRAKSI hanya 1 spasi)

- Jenis huruf (Font) : Times New Roman.

- Ukuran / variasi huruf : Judul Bab 14 / Tebal + Huruf Besar

Isi 12 / Normal

Subbab 12 / Tebal
Hasil Penulisan Skripsi

Dijilid berbentuk buku dengan jumlah halaman paling sedikit 12 (dua belas) halaman tidak termasuk cover, halaman judul, daftar isi, kata pengantar dan daftar pustaka

Dipresentasikan dan dianjurkan menggunakan Power Point pada saat pelaksanaan Sidang Sarjana (S1) di hadapan para penguji Sidang.

Diketik dengan menggunakan Program Software Pengolah Kata, misal : Ms Word
Dicetak dengan printer (dianjurkan dengan LASER PRINTER)





6. LAMPIRAN.

Lampiran ini berisi data, gambar, tabel atau analisis dan lain-lain yang karena terlalu banyak, sehingga tidak mungkin untuk dimasukkan kedalam bab-bab sebelumnya.


7. KUTIPAN

Dalam penulisan hasil penelitian ilmiah biasanya dimasukkan kutipan-kutipan. Ada beberapa macam kutipan sebagai berikut:
Kutipan langsung (Direct Quatation) yang terdiri dari kutipan langsung pendek dan kutipan langsung panjang. Kutipan langsung pendek adalah kutipan yang harus persis sama dengan sumber aslinya dan ini biasanya untuk mengutip rumus, peraturan, puisi, difinisi, pernyataan ilmiah dan lain-lain. Kutipan langsung pendek ini adalah kutipan yang panjangnya tidak melebihi tiga baris ketikan.
Kutipan ini cukup dimasukkan kedalam teks dengan memberi tanda petik diantara kutipan tersebut. Sedangkan kutipan panjang langsung adalah kutipan yang panjangnya melebihi tiga baris ketikan dan kutipan harus diberi tempat tersendiri dalam alinea baru.


b. Kutipan tidak langsung (Indirect Quatation) merupakan kutipan yang tidak persis sama dengan sumber aslinya.
Kutipan ini merupakan ringkasan atau pokok-pokok yang disusun menurut jalan pikiran pengutip. Baik kutipan tidak langsung pendek maupun panjang harus dimasukkan kedalam kalimat atau alinea. Dalam kutipan tidak langsung pengutip tidak boleh memasukkan pendapatnya sendiri.

Catatan kaki atau footnone adalah catatan tentang sumber karangan dan setiap mengutip suatu karangan harus dicantumkan sumbernya. Kewajiban mencantumkan sumber ini untuk menyatakan penghargaan kepada pengarang lain yang menyatakan bahwa penulis meminjam pendapat atau buah pikiran orang lain. Unsur-unsur dalam catatan kaki meliputi: nama pengarang, judul karangan, data penerbitan dan nomor halaman.

Ada dua cara dalam menempatkan sumber kutipan sebagai berikut:
Cara ringkas yaitu menempatkan sumber kutipan dibelakangbahan yang dikutip yang ditulis dalam tanda kurung dengan menyebutkan “Nama pengarang, Tahun penerbitan dan Halaman yang dikutip”.

Cara langsung yaitu menempatkan sumber kutipan langsung dibawah pernyataan yang dikutip yang dipisahkan dengan garis lurus sepanjang garis teks. Jarak antara garis pemisah dengan teks satu spasi, jarak antara garis pemisah dengan sumber kutipan dua spasi, dan jarak b


TEKNIK MEMBUAT KUESIONER TRACER STUDY

TEKNIK MEMBUAT KUESIONER TRACER STUDY


Untuk dapat mengetahui struktur jaringan komunikasi antar alumni diperlukan suatu cara tertentu pada pengumpulan data. Adapun cara pengumpulan data jaringan komunikasi adalah dengan mengajukan pertanyaan sosiometris, yaitu pertanyaan dari siapa seseorang mendapatkan informasi tertentu. Berdasarkan pengalaman, agar jaringan dapat dibuat sisiogramnya sebaiknya orang tersebut diminta untuk menunjuk paling sedikit tiga orang sumber informasi.

Berbeda dengan survei, dimana orang yang diwawancarai biasanya hanya suatu sample dari populasi, sedang untuk pertanyaan sosiometris ini diajukan kepada semua anggota populasi; atau dengan kata lain cara sensus. Seperti telah disebut pada pendahuluan, cara ini digunakan agar jaringan-jaringan komunikasi yang ada tidak putus karena pengambilan dengan cara sampling.

Namun demikian, untuk jumlah populasi yang terlalu besar, sensus dirasa sangat tidak efisien, serta terlalu banyak biayanya. Untuk itu, orang mengumpulkan data sosiometris dengan suatu cara yang disebut snow balling. Dari orang-orang yang telah mendapat pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, kita mendapatkan beberapa nama. Nama-nama tersebut kita jadikan sasaran berikutnya. Demikian seterusnya.

Secara umum, dalam kuesioner analisis jaringan tracer study terdapat tiga kelompok pertanyaan yang perlu dibuat>



Pertama, kelompok identitas responden

Seperti dalam studi lain, identitas responden yang pokok meliputi identitas diri yaitu: (1) Nama, (2) Tanggal lahir/Usia, (3) kedudukan/jabatan dalam kelompok, (4) lama aktif atau berkiprah dalam kelompok/organisasi tersebut.

Pertanyaan pertama dan kedua, jelas, memang sangat diperlukan untuk mengetahui identitas responden. Sedangkan pertanyaan ketiga dan keempat, diperlukan terutama untuk mengetahui kedudukan atau posisi yang bersangkutan dalam kelompok, selama yang bersangkutan menjadi anggota (jaringan) kelompok tersebut. Ada kalanya responden dengan jabatan pengurus kelompok tetapi kiprahnya tidak begitu tampak, meskipun masa aktifnya telah lama. Kemungkinan lain adalah responden dengan kedudukan anggota, dengan masa aktif cukup lama, tetapi memiliki pengaruh kuat- karena yang bersangkutan menjadi sumber informasi dalam kelompok kecil tersebut. Ringkasnya, yang ingin dilihat dari jawaban pertanyaan nomor 3 dan 4 adalah kedudukan riil – baik secara sosiologis (jabatan) maupun secara psikologis (kedekatan emosional terhadap anggota tim) – dari responden.



Kedua, kelompok pertanyaan pokok

Yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku yang ingin diketahui/ditelusur dari responden. Misalnya, tracer study tentang jaringan komunikasi KB, khususnya inovasi dan adopsi metode kontrasepsi modern di kecamatan X, maka pertanyaan yang diajukan dapat berkisar pada:
pengetahuan responden tentang metode kontrasepsi modern.
Sikap responden tentang penggunaan metode kontrasepsi modern.
Perilaku responden dalam penggunaan metode kontrtasepsi modern.

Dalam istilah Bloom (1949) pengetahuan disebut ranah kognitif, sikap disebut ranah afektif dan perilaku disebut ranah psikomotor. Masing-masing ranah tersebut dapat dibuat lebih dari satu pertanyaan. Misalnya, masing-masing tiga, sehingga semuanya menjadi sembilan pertanyaan.

Contoh lain, adalah jaringan komunikasi agama (Islam) dan tingkatan religiusitas ibu-ibu dalam sebuah kelompok pengajian. Pertanyaan pokoknya adalah: pengetahuan, sikap dan perilaku responden tentang agama Islam dan atau dalam menjalankan praktik beragama Islam. Meminjam kategori Glock dan Stark (1963 dikutip Ancok, 1987), konsep religeusitas mempunyai lima dimensi, yaitu (1) ritual involvement- peribadahan wajib, (2) ideological involvement – keyakinan, (3) intellectual involvement – pengetahuan agama, (4) experiential involvement – pengalaman agama, (5) consequential involvement – keterlibatan dalam kegiatan masyarakat. Karena itu, pertanyaan dari masing-masing dimensi dapat berjumlah misalnya tiga buah, sehingga semuanya berjumlah 15 buah.



Ketiga, pertanyaan sosiometris

Yaitu pertanyaan tentang darimana responden tersebut memperoleh informasi tertentu. Misalnya, dalam jaringan komunikasi KB di atas, pertanyaannya adalah: darimana responden mendapatkan informasi tentang metode kontrasepsi modern dalam ber-KB. Dalam jaringan komunikasi agama ibu-ibu pengajian, adalah darimana responden mendapatkan informasi tentang aktivitas keagamaan/pengajian tersebut. Orang atau anggota kelompok yang disebutkan dapat berasal dari kelompok itu maupun dari kelompok lain. Agar tidak condong keluar, dan lebih memusatkan perhatian pada anggota kelompok sendiri, pertanyaan sosiometris ini dapat diberi jawaban antara empat sampai enam pilihan.



Daftar Pustaka

Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Setiawan, B. dan A. Muntaha. 2000. Metode Penelitian Komunikasi II. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Jakarta.
kapita care

panduan penelitian skripsi

A. MASALAH PENELITIAN

Masalah biasa didefinisikan sebagai kesenjangan antara harapan dengan kenyataan, atau kesenjangan antara teori dengan praktik, kesenjangan antara cita dengan realita, atau sesuatu yang memerlukan jawaban dan penjelasan. Tidak selamanya, masalah dapat menggambarkan kesenjangan, tapi terkadang juga merupakan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan

Apakah masalah itu?           
Masalah
1. Variabel yg menjadi tema pokok penelitian
2. Kasus yg menjadi fokus penelitian
Suatu variabel atau kasus menjadi permasalahan penel. jika terjadi kesenjangan antara kenyataan dan yang seharusnya dari variabel dan kasus tsb.

Macam-Macam Masalah
  Masalah deskriptif biasanya digunakan untuk model-model penelitian variabel tunggal, atau beberapa variabel tapi tidak mengukur intercorelatioanlnya, dan peneliti bermaksud hanya mendeskripsikan masing-masing variabel tersebut, seperti, bagaimana sikap masyarakat terhadap kehadiran hypermarket di kota kabupaten ?, Apakah layanan staf front desk sudah memberikan kepuasan bagi pelangan ? dan yang sebangsanya.
  Model komparatif dikembangkan jika penelitian dilakukan untuk membandingkan satu atau lebih variabel dalam dua kelompok sampel. Seperti, Adakah perbedaan produktifitas pemasaran antara karyawan tetap dengan karyawan kontrak ? dan yang sebangsanya.
  Sedangkan model asosiatif dikembangkan untuk penelitian yang bertendensi untuk menjelaskan pengaruh atau hubungan antara dua variabel atau lebih, seperti apakah motivasi berhubungan dengan prestasi kerja ?, apakah sistem penggajian mempengaruhi prestasi kerja karyawan ?, dan yang sebangsanya.

Kapan terjadi masalah?
  Bila ada informasi yg mengakibatkan munculnya kesenjangan dalam pengetahuan kita
  Bila ada hasil-hasil yang bertentangan
  Bila ada suatu kenyataan dan kita bermaksud menjelaskannya melalui penelitian

Dimanakah sumber masalah?
  Pengalaman dan pengamatan
  Kepustakaan yg relevan dgn studi kita
  Mata kuliah yg kita programkan
  Jurnal, buku, abstrak dan majalah
  Seminar
  Tesis dan Disertasi
  Pakar, dan teman-teman

Apakah ciri-ciri masalah yang baik?
  Topik yg dipilih sangat menarik
  Pemecahan masalah mempunyai kontribusi dalam labangan pekerjaan atau bidang tertentu
  Merupakan hal baru
  Mengundangan rancangan yg kompleks
  Dapat diselesaikan dlm waktu yg diinginkan
  Tidak bertentangan dengan moral
   
Sedangkan syarat masalah riset keperawatan, menurut Sastroasmoro dan Ismail (1995), harus mengandung unsur-unsur = FINER

F : Bisa dijalankan (FEASIBLE)
I  : Menarik (INTERESTING)
N : Hal Baru (NOVEL)
E : Etika (ETHICAL )
R : Relevan (RELEVANT)

B. LATAR BELAKANG

latar belakang menjelaskan
         istilah/ kata kunci yg terdapat dalam judul penelitian
         alasan memilih judul
         alasan memilih responden
         alasan memilih lokasi penelitian
cara membuat latar belakang
  1. menelaah semua kepustakaan dan atau penelitian yang relevan dengan masalah yg menjadi minat peneliti.
  2. merumuskan masalah penelitian atas dasar konsep yang disesuaikan dengan daerah yg berbeda secara geografis, sosial budaya, kondisi & situasi dari penelitian sebelumnya
  3. latar belakang lebih mudah dibuat dari tinjauan pustaka.


Rumusan Masalah atau Pertanyaan Penelitian
Burns dan Grove (1998)
1   Apa yang salah atau perlu diperhatikan pada situasi ini?
2.  Dimana letak kesenjangannya?
3.  Informasi apa yang dibutuhkan untuk mencari masalah ini?
4.  Perlukah melakukan tindakan pelayanan   di klinik?
5.  Perubahan apa yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut?

Polit dan Hunger (1993)
1.   Apakah pertanyaan penelitian berhubungan dengan tori atau praktik (substansi)?
2.  Bagaimana pertanyaan akan bisa dijawab (metodologis)?
3.  Apakah tersedia sarana dan prasarana yang memadai (practical dimensions)
4.  Dapatkah pertanyaan ini dijelaskan secara konsisten yang berdasarkan pada isu etik (syhical dimensions)?

Faktor-Faktor Yang Mendasari Perumusan Masalah
a. Mendefinisikan permasalahan/topik (fakta empiris-induktif)
b. Mulai mencari sumber kepustakaan (kajian teori-deduksi)
c. Interaksi antar teman sejawat   atau anggota tim
d. Layak dijabarkan
            - Waktu
            - Dana
            - Keahlian Peneliti
            - Tersedianya Responden
            - Fasilitas dan Alat
            - Kerja sama dengan tim lain
            - Pertimbangan Etika

D. MENYUSUN TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian biasanya menandakan tipe dari riset, misalnya deskriptif: studi kasus, cross sectional, kohort, case control dab experiment: trust-experiment, quasy eksperiment, dab praexperiment. Dengan adanya tujuan tersebut akan mempermudah untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Tujuan Umum
Adalah untuk membuktikan hubungan antara aktifitas perawat mengangkat klien dan kecenderungan kejadian LBP (retrospektif)
Tujuan Khusus
1. Menentukan adanya kecenderungan LBP pada perawat
2. Mengukur tingkat perbedaan antara perawat yang punya resiko bekerja LBP dalam hubungannya dengan umur
3. Lama kerja dan tugas mengangkat klien dari temapt tidur
4. Menemukan alasan perawat berhenti bekerja karena menderita LBP
5. Menentukan hubungan antara aktifitas perawat mengangkat klien dan kecenderungan kejadian LBP
Tipe pengukuran
Ada empat tipe pengukuran atau skala pengukuran yang digunakan di dalam statistika, yakni: nominal, ordinal, interval, dan rasio. Keempat skala pengukuran tersebut memiliki tingkat penggunaan yang berbeda dalam riset statistik.
  • Skala nominal hanya bisa membedakan sesuatu yang bersifat kualitatif (misalnya: jenis kelamin, agama, warna kulit).
  • Skala ordinal selain membedakan juga menunjukkan tingkatan (misalnya: pendidikan, tingkat kepuasan).
  • Skala interval berupa angka kuantitatif namun tidak memiliki nilai nol mutlak (misalnya: tahun, suhu dalam Celcius).
  • Skala rasio berupa angka kuantitatif yang memiliki nilai nol mutlak.
VARIABEL
Variabel dan Construct
-Variabel merupakan segala sesuatu yang dapat diberi berbagai macam nilai
-Variabel merupakan penghubung antara contruct yang abstract dengan fenomena yang nyata.
-Variabel merupakan proxy atau representasi dari construct yang dapat diukur dengan berbagai macam nilai.
-Nilai variabel tergantung pada construct yang diwakilinya.
-Nilai variabel dapat berupa angka atau atribut yang menggunakan ukuran atau skala dalam suatu kisaran nilai.

Tipe Variabel Penelitian
Dilihat Dari:
1. Fungsi variabel
2. Skala Nilai variabel
3. Perlakukan Terhadap variablel

Variabel dilihat dari fungsinya:
*      Variabel independen
*      Variabel dependen.
*      Variabel Intervening.

Variabel dilihat dari Skala Nilainya
*      Variabel kontinu yaitu variabel yang memiliki kumpulan nilai yang teratur dalam kisaran tertentu. Misal Tinggi-sedang, satu sampai dengan 7
*      Variabel Kategoris yaitu variabel yang memiliki nilai berdasarkan kaegori tertentu (skala nominal) Contoh: Sikap:Baik-buruk,
*      Dilihat Dari Perlakuannya
*      Variabel aktif yaitu variabel-variabel yang dimanipulasi untuk keperluan penelitian eksperimen.
*      Variabel atribut yaitu variabel yang tidak dapat dimanipulasi untuk keperluan riset, contoh: Intelegensi, sikap,jenis kelamin dsb.

PENGUKURAN VARIABEL
*      Pengukuran variabel merupakan tahap awal dari kegiatan pengukuran dalam penelitian. Tujuan pengukuran variabel ini baru pada tahap menjawab pertanyaan "bagaimana cara untuk mengukur variabel tersebut"? Selanjutnya muncul pertanyaan lanjutan; "apa yang diukur" atau "bagaimana cara merubah konsep, dan "apa alat ukurnya".
*      Mengukur adalah sebuah proses kuantifikasi, karena itu setiap kegiatan pengukuran berkaitan dengan jumlah, dimensi atau taraf dari sesuatu obyek/gejala yang diukur. Hasil dari pengukuran itu biasanya dilambangkan dalam bentuk bilangan.
*      Posedur pengukuran variabel dimulai dari pembuatan definisi operasional konsep variabel. Kerlinger mengungkapkan, bahwa definisi operasional itu melekatkan arti pada suatu konsep variabel dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur suatu konsep variabel itu. Atau dengan ungkapan lain, definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur suatu variabel atau memanipulasaikannya. Suatu contoh definisi operasional yang sederhana (kasar) dari konsep ‘inteligensi’ adalah skor yan dicapai pada tes intelegensi X.

Definisi Operasional
*      Definisi Operasional adalah penentuan construct sehingga menjadi variabel yang dapat diukur.
*      Menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk mengopersionalkan construct sehingga memungkinkan bagi peneliti lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran cosntruct yang lebih baik.

POPULASI dan sampel penelitian


Objek penelitian (“attributes” subjek penelitian); subjek penelitian; responden penelitian; sampling; studi populasi; studi sampling; populasi objek penelitian; sampel objek penelitian; populasi subjek penelitian; sampel subjek penelitian; populasi responden penelitian; sampel responden penelitian; generasilasi hasil penelitian sampling; informan penelitian; informan kunci; populasi homogen; populasi heterogen: ber-strata, ber-cluster, ber-area; sampel representatif; populasi terhingga; populasi takterhingga; populasi tak jelas/tak pasti

1. Populasi dan sampel penelitian

a. Populasi dan sampel objek penelitian
Sifat atau keadaan (attributes) dari sesuatu (orang, benda, atau lembaga) yang menjadi sasaran penelitian disebut sebagai objek penelitian (lihat uraian tentang ini dalam blog ini juga). Sifat atau keadaan orang, benda, atau lembaga yang akan diteliti itu umumnya sangat banyak (sangat luas, sangat dalam dan sebutan lain semacam itu–kecuali penelitiannya sangat amat terbatas). Keseluruhan sifat atau keadaan orang, benda, atau lembaga yang akan diteliti itu disebutlah sebagai populasi objek penelitian.
Jika seseorang guru melakukan penelitian tindakan kelas di Kelas IV pada mata pelajaran IPA, selama satu semester, dengan menggunakan pendekatan PAKEM, misalnya, maka keseluruhan hasil belajar IPA selama satu semester itu disebutlah sebagai populasi hasil belajar IPA satu semester. Untuk mengetahui keberhasilan peningkatan hasil belajar IPA dengan pendekatan PAKEM itu, guru mengetes murid. Soal tes yang diberikan guru pasti tidak akan mencakup seluruh materi pelajaran IPA selama satu semester, melainkan hanya “sebagian kecil” saja daripadanya, karena tidak mungkin mengetes seluruhnya dengan soal yang sangat amat banyak sekali.
Dalam penelitian tindakan kelas tersebut, pengetahuan (penguasaan materi) IPA murid yang telah dipelajari selama satu semester itu jadilah sebagai objek (sasaran) yang akan diteliti (objek penelitian). Dalam rumusan objek penelitian di muka, pengetahuan IPA murid yang dipelajari selama satu semester itu disebut dengan “sifat atau keadaan” (keadaan tahu atau tidak tahu) murid. Keseluruhan pengetahuan atau pemahaman IPA murid yang telah dipelajari satu semester itu disebutlah sebagai populasi objek penelitian. Soal yang dibuat guru hanya mengetes sebagian kecil saja dari keseluruhan pengetahuan IPA murid. Sebagian kecil pengetahuan IPA murid yang dites itu disebutlah sebagai sampel dari keseluruhan (populasi) objek penelitian, yang dapat disebut sebagai sampel objek penelitian. Sampel objek penelitian inilah yang secara langsung diteliti, sedangkan populasinya tidak diteliti secara langsung, melainkan “diwakili” oleh sampelnya.
Jadi, populasi objek penelitian adalah keseluruhan sifat atau keadaan seseorang, sesuatu benda, atau sesuatu lembaga yang menjadi sasaran penelitian. Sampel objek penelitian adalah sebagian dari keseluruhan sifat atau keadaan orang, benda, atau lembaga yang menjadi sasaran langsung penelitian.

b. Populasi dan sampel subjek penelitian
Sesuatu (orang, benda, lembaga) yang sifat atau keadaannya akan diteliti disebut subjek penelitian. Jadi, dengan kata lain, subjek penelitian adalah sesuatu (orang, benda, atau lembaga) yang sifat atau keadaannya akan diteliti. Jika subjek penelitian tersebut banyak, disebutlah keseluruhan subjek penelitian tersebut sebagai populasi subjek penelitian).
Kerap kali, dalam penelitian, populasi subjek penelitian inilah yang suka disebut dengan populasi penelitian. Jarang atau tidak pernah orang menyebut populasi penelitian yang lain, yaitu populasi objek penelitian dan populasi responden penelitian.
Jadi, populasi subjek penelitian adalah keseluruhan subjek penelitian, apakah berupa orang, benda, atau lembaga. Setiap subjek penelitian (apakah seseorang, sesuatu benda, atau sesuatu lembaga) merupakan anggota populasi subjek penelitian.
Seluruh murid Kelas IV yang dikenai penelitian tindakan kelas seperti dicontohkan di muka, merupakan populasi penelitian. Setiap muirid Kelas IV tersebut merupakan anggota populasi subjek penelitian. Karena seluruh anggota populasi subjek penelitian diteliti (dites), maka penelitian yang dilakukan disebutlah dengan studi populasi.
Jika guru melakukan wawancara kepada beberapa murid mengenai apakah senang dengan pendekatan PAKEM yang digunakan guru, maka beberapa (sebagian) murid tersebut disebutlah sebagai sampel penelitian (sampel subjek penelitian), dan studi atau penelitiannya disebutlah sebagai studi sampling atau penelitian sampling (penelitian terhadap sampel).

c. Populasi dan sampel responden penelitian
Ada kalanya seseorang peneliti ingin mengetahui (meneliti) sifat atau keadaan subjek penelitian, akan tetapi tidak secara langsung bertanya kepada atau mengamati subjek penelitian itu sendiri. Sebagai misal, peneliti ingin mengetahui semangat belajar murid-murid yang berasal dari kalangan anak-anak jalanan. Peneliti tidak mengamati perilaku murid dimaksud untuk mengetahui mereka bersemangat belajar atau tidak, melainkan bertanyakan hal tersebut kepada para gurunya. Jadi, para guru diminta memberikan “respon” terhadap pertanyaan yang diajukan peneliti. Para guru yang diminta memberikan respon tersebut disebutlah sebagai responden. Jadi, responden penelitian adalah seseorang yang diminta memberikan respon (jawaban) terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Dengan demikian, dapat terjadi, subjek penelitian sekaligus menjadi responden penelitian, yaitu jika pertanyaan diajukan langsung kepada subjek penelitian.
Jika, dalam contoh kasus di atas, peneliti ingin meneliti murid-murid anak jalanan itu sekabupaten tertentu, tetapi kemudian yang dijadikan responden hanya sekian guru dari sekian sekolah, maka para guru yang menjadi responden tersebut disebut sebagai sampel responden penelitian.
Jadi, responden penelitian adalah seseorang yang diminta atau akan diminta memberikan respon (jawaban) terhadap pertanyaan penelitian mengenai sifat atau keadaan yang menjadi objek penelitian. Responden dapat berupa subjek penelitian, bisa pula orang lain yang memberikan “komentar” (pendapat, penilaian dsb) mengenai sifat atau keadaan subjek penelitian. Keseluruhan responden penelitian disebut populasi responden penelitian, sementara sebagian dari populasi responden penelitian yang ditanyai secara langsung disebut sebagai sampel responden penelitian.



d. Generalisasi hasil meneliti sampel kepada populasinya
Hasil penelitian terhadap sampel penelitian (subjek ataupun responden penelitian) tidak hanya diberlakukan bagi sampel itu saja, melainkan diberlakukan secara umum kepada populasinya. Pemberlakuaan secara umum tersebut disebut dengan generalisasi. Jadi, dengan kata lain, generalisasi adalah pemberlakuan hasil penelitian terhadap sampel kepada populasinya.
Contoh, ketika seorang ibu memasak sayur, biasa ibu mencicipi sayur tersebut (sebagian kecil saja, sesendok, dari seluruh sayur sebelanga atau sepanci, jadi sampel dari seluruh sayur). Hasil cicipan itu tidak hanya berlaku bagi sampelnya (sesendok sayur), melainkan bagi seluruh populasi sayur (sebelanga atau sepanci sayur). Lalu dikatakanlah sayur itu sudah enak rasanya ataukah belum.
Contoh lain, untuk mengetahui golongan darah, setetes darah dari tubuh seseorang (dari ujung jari, biasanya) dicek. Hasilnya berlaku untuk seluruh darah yang ada di dalam tubuh orang tersebut. Jadi orang tersebut akan dikatakan bergolongan darah A, B, AB ataukah O, dan itu berlaku bagi seluruh darah yang ada di tubuhnya, bukan yang ada di ujung jari tangannya saja.

e. Informan penelitian
Informan penelitian adalah seseorang yang mempunyai pengetahuan (informasi) tentang objek (sasaran) penelitian, yang lazimnya berkaitan dengan sifat dan atau keadaan kelembagaan, termasuk pranata kemasyarakatan.
Informasi yang akan diperoleh dari informan penelitian bukan bersifat pribadi (sifat pribadi, pendapat atau pandangan pribadi, penilaian pribadi dsb), melainkan (lazimnya), seperti telah disebutkan di atas, merupakan informasi kelembagaan (organisasi atau pranata sosial).
Contoh pranata sosial adalah pendidikan, perkawinan, kekeluargaan, dsb. Termasuk di dalamnya berbagai upacara semisal (di Jawa) mitoni, midodareni, kumbokarnan, tedak siti, saparan, nyadran, tahlilan, yakowiyu, grebeg mulud, dan juga lebaran kupat. Jika seseorang ingin menelitinya, maka orang yang paling memahami tatacara dan (mungkin) sejarah dan makna di balik tatacara “pranata sosial” tersebut dijadikanlah sebagai informan penelitian.
Karena informan “mewakili” kelembagaan, maka keseluruhan informan (jika lebih dari satu) bukanlah sebagai populasi (seperti gabungan subjek atau responden penelitian), melainkan sebagai satu kesatuan (hanya ada “satu” walaupun beberapa orang informan). Tegasnya tidak ada populasi informan. Oleh karena tidak ada populasi informan, maka tidak ada pula sampel informan.
Dalam melakukan penelitian (pengumpulan data) peneliti dapat “bergerak” dari satu informan ke informan lain sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu ada yang dikenal sebagai informan kunci, yaitu: (1) yang paling tahu banyak informasi mengenai objek yang sedang diteliti, atau (2) yang mempunyai informasi umum menyeluruh, sementara detail atau rincian yang lebih khusus pada aspek atau bidang tertentu ada pada orang (informan) lain.
Oleh karena tidak ada populasi informan dan sampel informan, maka tidak ada kegiatan menentukan jumlah informan penelitian. Peneliti cukup langsung menuju “lokasi penelitian,” bertanyakan mengenai kepada siapa harus bertanya jika ingin mengetahui tentang ini itu, atau, jika sudah punya gambaran, langsung menuju informan (misalnya tentang acara atau tatacara nyadran kepada kaum atau modin). Jika di sesuatu lembaga atau daerah ada “yang dituakan” (di sekolah misalnya kepala sekolah, di perpustakaan kepala perpustakaan, di dusun kepala dusun), untuk menemukan informan sesuai dengan data yang ingin dihimpun, dapatlah pertama-tama menghubungi orang yang dituakan tersebut. Ingat, yang bersangkutan bukan informan, hanya sebagai tempat awal bertanya tentang informan yang dicari. Informan, dengan demikian, bukan semua orang yang memberikan informasi apapun, melainkan yang mampu atau bisa memberikan informasi penelitian (memberikan data-data yang menjadi sasaran penelitian, atau tentang objek penelitian).
Informasi yang diperoleh dari keseluruhan informan (kunci dan bukan kunci) merupakan satu kesatuan informasi yang saling melengkapi (komplementer), bahkan dapat menjadi sarana “saling koreksi informasi” (semacam “trianggulasi”), tidak berdiri sendiri-sendiri. Informasi dari responden (subjek penelitian atau murni responden penelitian), di sisi lain, bersifat individual atau pribadi (pendapat pribadi, penilaian pribadi), sehingga bisa banyak pendapat atau penilaian pribadi yang berbeda-beda dari sekian banyak responden.
Di atas disebut-sebut “trianggulasi” [dari tri = tiga + angel (baca: aenggl = sudut, bukan aenjel =malaikat/bidadari); jadi "triangel"  berarti tiga sudut alias segi tiga. Sebutan segi tiga atau, tepatnya, tiga sudut itu sekedar untuk menyebut banyak (jama' atau plural). Maksudnya dari banyak sudut (sudut pendekatan, sudut pandang). Tegasnya trianggulasi itu memperbanyak sudut pendekatan (penghampiran, peninjauan). "Tri" dalam arti banyak itu  sama seperti orang Jawa menyebut "sewu" (seribu), misalnya pada Grojogan Sewu (air terjun di Tawangmangu), Candi Sewu (Prambanan), dan Lawang (pintu) Sewu (Semarang) yang sebenarnya tidak sampai berbilang seribu, tapi dimaksudkan banyak sekali (air terjunnya banyak sekali, candinya banyak sekali, pintunya banyak sekali). Juga nyuwun sewu (aslinya, atau lengkapnya, nyuwun sewu apunten = mohon banyak maaf) yang suka dilanjutkan dengan nderek langkung (numpang lewat). Urang Sunda memendekkannya menjadi "punten" (asli atau lengkapnya "nuhunkeun/nyuhunkeun dihapunten/pangapunten"). Sunda kuno ucapannya "sampurasun" (kira-kira: sampura, Sun = hampura, Ingsun; ingsun = saya; hampura dihaluskan jadi hapunten).
Dalam mengumpulkan data pada penelitian kualitatif, diseyogyakan dengan menggunakan trianggulasi atau banyak pendekatan (multimethods dan multirespondents/informen), yaitu tidak cuma mengumpulkan data atau informasi dari satu macam responden (misalnya para guru saja) atau satu informan (hanya kaum atau modin saja), dan tidak hanya menggunakan satu teknik pengumpulan data saja (misalnya hanya angket), melainkan beberapa macam responden (guru, murid, orang tua murid, tokoh masyarakat), beberapa informan (modin, kepala dusun, kiyai), dan beberapa teknik pengumpulan data (angket, wawancara, observasi, dokumenter).

2. Persyaratan pengambilan sampel (sampling)
Cara mengambil (pengambilan) sampel dari populasinya disebut dengan sampling. Cara pengambilan sampel akan menentukan ketepatan penggeneralisasian hasil penelitian dari sampel kepada populasinya. Penggeneralisasian hasil penelitian dari sampel dikatakan tepat apabila "sifat atau keadaan" yang ditunjukkan atau digam,barkan dari hasil penelitian terhadap sampel itu benar-benar cocok dengan sifat atau keadaan populasi tersebut. Sayur (dari penelitian terhadap sampel, cicipan) dikatakan kurang garam, misalnya, jika seluruh sayur (sebelanga atau sepanci) itu memang benar-benar kurang asin. Dikatakan tidak tidak tepat jika berdasar hasil penelitian (pencicipan) terhadap sampel sayur simpulannya sayur itu kurang garam, padahal dalam kenyataan secara kseluruhan sayur itu justru terlampau asin. Dikatakan tidak tepat, contoh lain, jika dari penelitian terhadap sampel dikatakan bahwa "semuanya senang menonton sinetron berbau misteri", tetapi dalam kenyataan para penonton sebagian besar tidak suka sinetron misteri.
Agar hasil penelitian dari sampel benar-benar dapat mencerminkan sifat atau keadaan populasinya, maka sampel itu harus benar-benar representafif, yaitu mencerminkan ciri-ciri kondisi populasinya. Dalam bahasa lain, sampel harus benar-benar mewakili populasinya. Jadi, jika populasinya beragam (dalam aspek tertentunya), maka sampelnya pun harus beragam pula seperti populasinya.
Oleh karena itu, sebelum mengambil sampel, hendaknya diketahui terlebih dahulu ciri-ciri kondisi populasinya. Berikut dipaparkan penggolongan ciri-ciri kondisi populasi (dalam hal ini populasi subjek dan atau responden penelitian) yang perlu diperhatikan dalam (untuk) pengambilan sampel.

3. Ciri-ciri kondisi populasi

a. Populasi seragam (homogen) dan beragam (heterogen)
Populasi penelitian disebut homogen apabila antar anggotanya relatif memiliki kesamaan ciri-ciri atau kondisi umum. Darah, misalnya, termasuk yang memiliki kesamaan sifat atau kondisi (berkaitan dengan golongan darah) di seluruh tubuh. Demikian pula dengan sayur (sayur asem, sayur lodeh dsb) pada saat dimasak (sedang mendidih). Maksudnya di bagian manapun dari belanga atau panci memasak, "rasa" sayur memiliki kesamaan. Orang Islam, di manapun, contoh lain, memiliki kesamaan, yakni kesamaan dalam hal pemelukan agama (soal ketataatan beragama tentu beragam).
Populasi penelitian dikatakan heterogen apabila memiliki ciri-ciri atau kondisi umum yang tidak sama di antara anggota-anggotanya. Ketidaksamaan itu dapat terjadi antara lain karena di antara anggota-anggotanya ada perbedaan dari aspek sebagai berikut.
(1) Strata atau lapisan. Misalnya:
(a) status ekonomi (perbedaan pemilikan harta benda): ada milyarder, jutawan, menengah, miskin, dan di bawah garis kemiskinan);
(b) tingkat pendidikan (tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh: ada yang berpendidikan PT, SMTA, SMTP, dan SD);
(c) lapisan kemasyarakatan atau sosial: ada kelompok elite, menengah, dan bawah atau "wong cilik";
(d) tingkatan "keilmuan keagamaan" (Islam) : ada kiyai, santri, dan "abangan");
(e) tingkatan usia: ada bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa, dan lansia;
(f) tingkatan kelas di sekolah: ada Kelas XII, XI, X SMA; Kelas IX, VIII, VII SMP; dan Kelas VI, V, IV, III, II, I SD.

(2) Cluster[klaster] atau golongan, dan juga gugus atau kelompok. Misalnya:
(a) golongan berdasarkan pemelukan agama: ada yang beragama Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu;
(b) jenis kelamin: ada laki-laki dan perempuan;
(c) pekerjaan: ada petani, PNS, pedagang, buruh bangunan, pegawai swasta, wirausahawan dllsb.
(d) kelompok atau gugus: guru di satu sekolah, murid di satu kelas, sekolah di satu gugus sekolah,.
Ada orang yang menyamakan cluster dengan strata, maksudnya sebutan strata sama dengan cluster (di dalamnya tercakup baik lapisan, maupun golongan).

(3) Area (wilayah), geografis dan atau administratif (juga ada yang menyebutnya strata). Misalnya:
(a) geografis: ada desa, pinggiran kota, kota, dan metropolitan;
(b) administratif: ada desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, propinsi.
Heteroginitas (keragaman) tersebut perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel manakala diduga atau diperkirakan akan membawa perbedaan terhadap hasil penelitian (sesuai objek yang diteliti). Misalnya, jika dianggap jenis kelamin tidak berkaitan dengan prestasi belajar, maka unsur jenis kelamin itu tidak perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel penelitian yang akan meneliti tentang prestasi belajar. Maksudnya, tidak harus unsur jenis kelamin laki-laki terwakili, perempuan juga terwakili. Jika yang diteliti mengenai selera menonton sinetron (jenis tayangan), mungkin jenis kelamin itu akan membuat perbedaan, jadi perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel. Jika perbedaan tingkat (kelas I, II, III di sekolah) diperkirakan akan mempengaruhi penilaian mengenai ketersediaan koleksi perpustakaan sekolah, contoh lain, maka dari tiap tingkat (kelas) itu harus ada sampel yang terambil.

b. Populasi terhingga, tak terhingga, dan tak jelas/tak pasti
Banyaknya anggota populasi ada yang terhingga (bisa dan mudah dihitung), ada pula yang tak terhingga (tak bisa atau tidak mudah dihitung). Murid di sesuatu sekolah, atau mahasiswa di sesuatu fakultas, dan karyawan serta guru/dosen yang ada di situ, jelas merupakan sesuatu yang bisa dan mudah dihitung. Bahkan di sesuatu kecamatan, kabupaten, propinsi, bahkan nasional pun masih bisa dan mudah dihitung (walau mungkin tidak tepat benar).
Jumlah “santri mukim” (yang mondok dan belajar di sesuatu pesantren) bisa dan mudah dihitung, tetapi jumlah “santri kalong” (yang hanya datang sore/malam hari untuk belajar agama di pesantren, kemudian pulang ke rumah masing-masing, mungkin tak terhingga (karena bisa kadang hadir kadang tidak, walau masih bisa dikira-kira). bahkan, jumlah orang yang suka (sukarela) mengikuti pengajian di sesuatu pondok pesantren besar (lebih-lebih di sekian banyak pesantren) mungkin menjadi tak terhingga, karena kehadirannya tidak ajeg. Apalagi (walau sekedar ilustrasi) banyaknya bintang di langit, atau pasir di pantai.
Bahkan, lebih dari sekedar tak terhingga, di antara populasi itu ada yang benar-benar tidak jelas jumlahnya. Andaikata seseorang akan meneliti pelaku kawin siri, misalnya, tentu tidak mudah mendapatkan data berapa banyak (karena siri sama dengan diam-diam). Begitu pula dengan banyaknya WTS, pengguna merek pasta gigi tertentu, pengguna narkoba, pencuri, pencopet dan pengutil, serta koruptor di sesuatu kabupaten. Tentu populasinya (banyaknya anggota populasi) tidak jelas.
Sekedar untuk merangkum, populasi terhingga adalah populasi penelitian (subjek dan atau responden) yang jumlah anggotanya bisa dan mudah dihitung; populasi tak terhingga adalah populasi penelitian (subjek dan atau responden) yang jumlah anggotanya sulit dan tidak mungkin dihitung; populasi tak jelas adalah populasi penelitian (subjek dan atau responden) yang jumlah anggotanya tidak bisa diketahui secara pasti jumlahnya, bahkan keberadaannya.
Berdasarkan kondisi atau ciri-ciri populasi seperti disebutkan di atas, maka ada teknik-teknik pengambilan sampel (teknik sampling) yang, paling tidak, disepakati para ahli metodologi penelitian, sebagai cara atau teknik yang dianggap akan mendapatkan sampel yang representatif atau mendekati representatif.
Teknik pengambilan sampel (sampling) ini akan dibicarakan dalam bagian (tulisan) berikut.

3. Total sampling (?)
Oh, ya, sebelum lanjut, perlu diinformasikan bahwa ada yang mengemukakan konsep dasar pengambilan sampel dengan menegaskan bahwa mengambil sampel seluruh anggota populasi jauh lebih baik dari mengambil sampel sebagian anggota populasi. Ini dinamakan sampel total (pengambilan sampel secara keseluruhan disebut  “total sampling”).
Konsep tersebut tentu menjadi kacau. Sampel suka diindonesiakan menjadi cuplikan; jadi sampling indonesianya mencuplik. Arti mencuplik adalah mengambil sebagian dari keseluruhan. Jadi, jika keseluruhan itu diambil, maka tidak ada cuplikannya. Bayangkan dengan kias “mencicipi” masakan, yang berarti mengambil sebagian kecil untuk dirasakan, tidak mengambil seluruhnya. Masak, nyicipi sayur sepanci dimakan semua? Jadi, total sampling dan sampel total itu istilah yang kacau balau. Meneliti seluruh anggota populasi kita sebut dengan studi populasi atau sensus. Sampel, ya sampel, sebagian saja dari populasi. Populasi ya populasi, tidak ada sampel sama dengan populasi.

SAMPEL, sampling, dan populasi penelitian (Bagian II: Teknik sampling II)

Mengingat tulisan tentang sampel, samping, dan populasi penelitian ini dipotong-potong menjadi beberapa bagian, maka sebelum masuk ke pembahasan bagian ini, perlu dirujuk ulang secara singkat apa yang penting dipahami terlebih dahulu.
Pertama, dalam penelitian ada subjek penelitian, yaitu seseorang atau sesuatu, apa saja, yang tentangnya (sifatnya, keadaannya, “attribute”-nya) penelitian akan dilakukan. Sifat atau keadaan (“attribute”) subjek yang akan diteliti itu disebut sebagai objek penelitian. Jika subjek penelitian banyak, maka keseluruhan subjek penelitian itu disebut populasi subjek penelitian. Setiap subjek penelitian merupakan anggota populasi subjek penelitian.

Kedua, ada kalanya penelitian, dalam arti pengumpulan data, dilakukan kepada/terhadap subjek itu sendiri, ada kalanya kepada/lewat orang lain. Siapapun yang “ditanyai” (dalam arti luas) mengenai sifat keadaan subjek penelitian itu, disebut responden penelitian. Jadi subjek penelitian bisa sekaligus menjadi responden penelitian, bisa juga tidak. Orang lain yang ditanyai mengenai sifat keadaan subjek merupakan responden murni (maksudnya yang bukan subjek penelitian). “Responden murni” yang jumlahnya banyak disebut populasi responden penelitian. Populasi responden penelitian jadinya merupakan keseluruhan responden penelitian. Setiap responden disebut anggota populasi responden penelitian.


1. Populasi tak terhingga dan tak jelas (tak pasti)
Populasi penelitian, apakah itu populasi subjek penelitian, ataukah populasi responden penelitian, ada yang jumlah anggotanya bisa dan mudah dihitung, ada yang tidak bisa atau tidak mudah dihitung. Oleh karenanya populasi penelitian dibedakan (oleh Penulis) menjadi tiga kategori. Pertama populasi terhingga, kedua populasi tidak terhingga, dan ketiga populasi tidak jelas atau tidak pasti.
Populasi terhingga adalah populasi yang anggota-anggotanya sangat mungkin dan bisa dihitung. Terhingga artinya ada hitungan tertentu, bisa dihitung jumlah atau banyaknya. Sebaliknya, tak terhingga artinya tidak bisa dihitung jumlah atau banyaknya. Ini seperti kalau orang mengucapkan, “Hutang budi kami kepadanya sungguh tiada terhingga.” Jadi, populasi tak terhingga adalah populasi penelitian yang jumlah anggotanya tidak bisa atau tidak mudah dihutung.
Pengambilan sampel dari populasi terhingga telah dibicarakan di muka. Teknik-teknik sampling yang telah dibicarakan, yaitu teknik simple random sampling, systematic sampling (teknik ordinal), stratified random sampling, cluster random sampling, dan area random sampling, semuanya berkaitan dengan populasi terhingga.
Oleh karena itu yang akan dibicarakan berikut adalah teknik pengambilan sampel (teknik sampling) dari populasi tak terhingga dan tak jelas atau tak pasti.
Seperti telah disebutkan pada uraiana terdahulu, populasi tak jelas atau tak pasti adalah populasi yang keberadaan dan jumlah anggotanya tidak diketahui secara pasti, tidak jelas keberadaan dan jumlahnya. WTS, sebagai contoh, dapat diketahui umum keberadaannya–karena ada tempat-tempat tertentu yang biasa mereka ada di situ, akan tetapi tidak pasti banyaknya (tak bisa “dihingga”–karena sebagian tidak diketahui juga keberadaannya).
Di sisi lain, orang yang kawin siri, yang, walaupun “diketahui adanya” karena ada banyak ceritera dan kabar berita tentangnya, akan tetapi keberadaannya saja pun tidak diketahui secara pasti di mana, apalagi jumlahnya. Itu contoh populasi tak jelas atau tidak pasti. Contoh lain adalah keluarga yang sejahtera (sakinah, mawaddah, dan rohmah). Pasti ada yang demikian, tetapi di mana (keluarga yang mana saja) dan berapa jumlahnya, tak jelas, tak bisa dipastikan.
Berikut akan dibahas berbagai hal yang berkaitan dengan populasi tak terhingga dan tak jelas serta sampel dan teknik pengambilan sampelnya.
Sebagai catatan, teknik-teknik yang akan dipaparkan ini bisa atau mungkin juga digunakan untuk mengambil sampel dari populasi terhingga, akan tetapi tentu akan menjadi “jelek” sekali representativitasnya, sehingga hasilnya (untuk generalisasi) menjadi tidak bisa dijamin keakuratannya.

2. Teknik-teknik nonprobability sampling
Seperti telah disebutkan, populasi (populasi subjek dan atau responden penelitian) tak terhingga adalah populasi yang jumlah anggotanya tidak bisa atau tidak mungkin dihitung, sehingga tidak diketahui secara pasti berapa jumlah anggota populasi tersebut, sedangkan populasi tak jelas atau tidak pasti adalah populasi yang keberadaan dan jumlah anggotanya tidak jelas atau tidak bisa dipastikan jumlahnya.
Oleh karena anggota populasinya tidak diketahui secara pasti siapa saja dan berapa banyak, maka tidak mungkin mengambil sampel dari populasi tersebut secara adil, memberi peluang yang sama kepada setiap anggota untuk terambil menjadi sampel (probability sampling), atau mengambil sampelnya secara acak (random sampling). Oleh karena tidak memberi peluang yang adil, yang sama, kepada setiap anggota populasi untuk menjadi sampel, maka teknik-teknik pengambilan sampel dari populasi tak terhingga dan tidak jelas ini dikelompokkan ke dalam rumpun nonprobability sampling, yaitu cara pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang sama kepada setiap anggota untuk terambil sebagai sampel, atau nonrandom sampling (cara pengambilan sampel yang tidak acak).
Apa saja teknik-teknik sampling (pengambilan sampel) yang nonprobability (nonrandom) itu, dan kapan atau terhadap populasi yang seperti apa cocok digunakan, akan dibahas satu per satu, disertai contoh penggunaan agar mempermudah yang akan menerapkannya dalam praktik.
3. Quota sampling
Teknik quota sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan cara menetapkan jumlah tertentu sebagai target yang harus dipenuhi dalam pengambilan sampel dari populasi (khususnya yang tidak terhingga atau tidak jelas), kemudian dengan patokan jumlah tersebut peneliti mengambil sampel secara sembarang asal memenuhi persyaratan sebagai sampel dari populasi tersebut.
Pada uraian terdahulu telah disebutkan bahwa penetapan banyaknya sampel yang akan diambil dengan quota sampling berbeda makna dan teknis dari penetapan jumlah sampel pada populasi terhingga. Pada populasi terhingga penetapan jumlah sampel yang akan diambil itu lazimnya bersifat “proporsional,” setidak-tidaknya memperhatikan “besaran atau banyaknya anggota populasi), sehingga sebanding atau mendekati sebanding jumlah anggota dalam populasi (bahkan selalu seiring dengan heteroginitas populasi), karena jumlah anggota populasi jelas hitungannya. Oleh karena jelas hitungan anggota populasinya, maka untuk representativitas, pengambilan sampel biasanya menggunakan persentase.
Pada quota sampling banyaknya sampel yang ditetapkan itu hanya sekedar perkiraan akan relatif memadai untuk mendapatkan data yang diperlukan yang diperkirakan dapat mencerminkan populasinya, tidak bisa diperhitungkan secara tegas proporsinya dari populasi, karena jumlah anggota populasi tidak diketahui secara pasti tadi. Quota sampling pasti, karenanya, nonrandom sampling.
Contoh:
Peneliti ingin mengetahui apa yang menjadi latar belakang (motivasi, niat) yang sesungguhnya dari para orang tua ingin menyekolahkan anaknya pada sekolah tertentu. Para orang tua di sini dimaksudkan mereka yang memiliki anak usia sekolah tertentu dan belum masuk ke sekolah tersebut (bukan orang tua murid, melainkan orang tua anak usia sekolah).
Keinginan para orang tua itu tentu bisa benar-benar dilaksanakan, bisa pula tidak. Kenapa? Jika sekolah itu sekolah yang termasuk elit, mungkin saja ada orang tua yang dalam hatinya ingin menyekolahkan anaknya ke sekolah tersebut, tetapi tidak bisa karena tak mampu dan alasan lainnya. Jadi, keinginan (motivasi, niat) itu sebenarnya ada, tapi tidak hendak (karena tidak bisa atau tidak mungkin) diaktualisasikan (diwujudkan).
Dengan “status” seperti itu maka jumlah populasi orang tua tersebut menjadi tak terhingga, karena orang tua anak usia sekolah yang “berkeinginan” itu bisa tak diketahui secara pasti. Ini berbeda dengan jumlah orang tua yang benar-benar mendaftarkan anaknya ke sekolah tersebut, yang bisa dipastikan jumlahnya akan terhingga, bisa dihitung, karena tercatat sebagai pendaftar (lebih-lebih yang benar-benar anaknya diterima).
Oleh karena berkeadaan seperti itu, maka peneliti dapat menetapkan besaran “kuota” sampel yang akan diambil dengan memperhitungkan yang mendaftar dan perkiraan banyaknya yang sebenarnya berkeinginan tadi. Jelasnya: Jika yang medaftar ada 200 orang–yang diterima mungkin hanya 90 orang–berapa kira-kira yang tidak mendaftar tetapi berkeinginan?
Catatan:
Jika penelitian ini melibatkan orang tua anak usia sekolah yang benar-benar mendaftarkan anaknya dan yang tidak mendaftarkan anaknya (tetapi berkeinginan tadi), maka ada dua subpopulasi dari populasi orang tua anak usia sekolah yang berminat mendaftarkan anaknya ke sekolah tersebut, yaitu (1) yang benar-benar mendaftar, dan (2) yang potensial (ada keinginan) mendaftar tapi tidak mendaftarkan anaknya.
Dari yang mendaftar (karena tercatat, jumlahnya pasti, jadi merupakan subpopulasi terhingga) tentu dapat diambil sampel dengan teknik-teknik probability sampling. Sampel yang akan diambil dengan quota sampling adalah sampel dari para orang tua yang berkeinginan tetapi tidak mendaftar.
Apabila penelitian dilakukan jauh hari sebelum masa pendaftaran dilakukan, maka populasinya secara sekeluruhan bersifat tak terhingga (hanya ada “satu” populasi, tidak terdiri atas “dua subpopulasi”), karena yang mendaftar belum ada. Oleh karenanya maka sampelnya dapat diambil dengan teknik quota sampling.

4. Purposive sampling
Istilah purposive sering diterjemahkan bertujuan, karena purpose artinya maksud atau tujuan; jadi purposive sampling diartikan sebagai pengambilan sampel secara bertujuan. Ini benar, tapi tidak betul. Beberapa definisi sering menyebutnya sebagai pengambilan sampel “with purpose in mind” (dengan tujuan atau maksud tertentu di hati). Tetapi tujuan tersebut tidak jelas (tujuan apa?). Itu makanya disebut benar tapi tidak betul, karena tak jelas.
Kalau membuka kamus (buka kamus yang “besar” semisal Oxford Advances Learner’s Dictionary), akan tertemukan bahwa memang salah satu arti purpose adalah tujuan. Tapi tentu dalam hal ini bukan itu yang dimaksud, karena tidak ada pengambilan sampel yang tidak punya tujuan, apalagi menelitinya. Jika dibaca lebih cermat kamus tersebut, maka akan ditemukan arti lain dari purpose, antara lain kesengajaan (“intention”), tidak sekedar secara kebetulan (“accidental“); juga berarti alasan (“reason“) tertentu; dan juga tuntutan keadaan tertentu (the requirements of a particular situation) atau, jelasnya, menurut persyaratan tertentu.
Jadi, dapatlah dikatakan bahwa purposive sampling adalah pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Dalam bahasa sederhana purposive sampling itu dapat dikatakan sebagai secara sengaja mengambil sampel tertentu (jika orang maka berarti orang-orang tertentu) sesuai persyaratan (sifat-sifat, karakteristik, ciri, kriteria) sampel (jangan lupa yang mencerminkan populasinya).
Misalnya yang diperlukan sebagai sampel adalah “perempuan pengguna sepeda motor tipe laki-laki (bukan bebek dan sejenisnya)”–karena yang sedang dicari (jadi, populasinya) adalah perempuan-perempuan pengguna sepeda motor tipe laki-laki. Hati-hati, populasinya bukan semua pengguna sepeda motor, sepeda motor jenis atau tipe apapun. Hati-hati pula, bukan “pengguna motor: kasus perempuan pengguna motor laki-laki.” Juga hati-hati: bukan pengguna sepeda motor laki-laki: kasus perempuan. Populasinya semua perempuan pengguna sepeda motor laki-laki (artinya, atau definisi operasionlanya: perempuan yangselalu atau sering kali jika bepergian menggunakan sepeda motor jenis itu, apapun yang menjadi latar belakangnya).
Dalam kasus tertentu, Penulis lebih suka menyebut purposive sampling dalam istilah bahasa Jawa sebagai teknik pengambilan sampel secara “njujug“, “menuju langsung ke “tempat” (area, wilayah, lokasi) tertentu yang banyak anggota populasi dimaksud berada.
Jadi, KEJAR sampel di mana berada!
Contoh:
Jika ingin meneliti anak-anak jalanan, datangilah (untuk mengambil sampel) perempatan-perempatan jalan raya. Kenapa? Karena di situ anak-anak jalanan sering melakukan aktivitas ngamen dan meminta-minta. Jadi, jelas tidak perlu dengan teknik area sampling (area geografis dan atau administratif). Maksudnya, memilih-pilih (menyampel) area, lalu dari area-area tersampel itu dicari anak-anak jalanannya. Muspro, mubazir, gitu kira-kira. Sebab, bisa jadi dari area tertentu malah tak tertemukan anak jalanan itu.
Jika ingin meneliti “ayam-ayam kampus” (maaf lho, karena ini sudah “populer” alias diketahui “populi” atau orang banyak) contoh lainnya, datangilah tempat-tempat yang biasa dipakai “praktek lapangan” mereka, bukan di kampus [Dimarahi Rektor, nanti, hehe. Tentu juga, jangan tanya saya di mana mereka ngetem, tentu saja, hehe! Mana tahu?! Eh, belum tahu, belum berkepentingan, sih. Hus, untuk penelitian, maksudnya, bukan kepentingan lain!Heheh . . . Tanya "informan"-nya saja, lah! Informannya siapa, gak tahu juga aku!]. Nah, jadi, lalu, ambillah sampel mereka di atau dari tempat mangkalnya itu.
Dengan cara seperti itu, maka:
(1) Tuntutan mendapatkan sampel yang sesuai atau pas (yang termasuk anggota “anak jalanan” atau “ayam kampus”) pasti tecapai.
(2) “Secara sengaja” (baca: terencana; purposive) mencari anggota populasi “njujug langsung ke tempat tertentu” punya alasan logis, karena jelas lebih efektif dan efisien, daripada mencari-cari ke mana-mana yang belum tentu menemukan apa yang dicari.
Ambil contoh Anda akan meneliti kasus tawuran pelajar. Sudah diketahui umum bahwa yang suka tawuran itu hanya dari beberapa sekolah tertentu saja (antar sekolah tertentu). Jadi, secara sengaja (purposive) Anda lakukan perburuan (hunting) sampel murid yang suka tawuran ke sekolah-sekolah tertentu itu saja, tak perlu semua sekolah dimasuki, atau disampel. Di sekolah itu saja pun mungkin Anda harus cukup lama berakrab-akrab dulu dengan murid-murid sebelum mendapatkan sampel para petawur itu. Jangan begitu datang langsung “to the point” (togmol, kata orang Sunda) mencari dan mewawancarai petawur. Bisa terjebak, salah “tangkap,” dan mendapatkan informasi yang bias. [Hehehe . . ., maaf, jangan suka main "tangkap dulu urusan belakang" kayak oknum polisi-polisi yang tidak profesional--ditangkap, dianggap teroris, lalu dilepas, tak terbukti! Bikin trauma dan stres orang saja!].
Ada pula yang memberi makna purposive sampling itu sebagai pengambilan sampel secara sembarang asal memenuhi persyaratan. Jadi ini akan sama dengan opportunistic (incidental, acidental) sampling. Misal dalam polling (jajag pendapat) seseorang peneliti (observer) mencegat orang-orang yang lewat untuk ditanyai. Barangsiapa sesuai ketentuan (kriteria sampel) maka langsung diambil sebagai sampel, yang tidak memenuhi kriteria dibiarkan lewat. Sekali lagi, cara seperti itu lebih lazim disebut dengan opportunistic (accidental, incidental) sampling (mengambil sampel siapa saja yang kebetulan pas untuk menjadi sampel).
Dalam penelitian kualitatif sampel lazim diambil secara purposive. Ini juga maknanya sama, yakni “njujug,” hanya saja yang dijadikan “jujugan” (tujuan) bukan tempat, melainkan orang (subjek/reponden penelitian). Jelasnya, yang “dituju” adalah orang-orang tertentu yang (dengan alasan atau latar belakang logis) memenuhi persyaratan (tuntutan persyaratan) sebagai “responden” (yang dapat memberikan jawaban atas pertanyaan penelitian). Ini hampir mirip dengan informan (narasumber) penelitian. Jangan lupa, bedanya, informan tidak memberikan informasi pribadi, melainkan informasi kelembagaan. Sampel penelitian kualitatif yang purposive tadi, tetap memiliki ciri individual, pribadi. Artinya, keindividuannya itu yang diteliti. Ia tidak mewakili kelembagaan (apapun lembaga, organisasi dsb).
Purposive sampling suka juga disebut judgmental sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan “penilaian” (judgment) peneliti mengenai siapa-siapa saja yang pantas (memenuhi persyaratan) untuk dijadikan sampel. Oleh karenanya agar tidak sangat subjektif, peneliti harus punya latar belakang pengetahuan tertentu mengenai sampel dimaksud (tentu juga populasinya) agar benar-benar bisa mendapatkan sampel yang sesuai dengan persyaratan atau tujuan penelitian (memperoleh data yang akurat).
Berapa banyak sampel purposif diambil? Rumusnya sederhana: sebanyak yang dianggap cukup memadai untuk memperoleh data penelitian yang mencerminkan (representatif) keadaan populasi. Maksudnya, data dari sampel purposif tersebut dianggap sudah bisa menggambarkan (menjawab) apa yang menjadi tujuan dan permasalahan penelitian. Tentu tidak bagus kalu cuma satu dua orang. Sebanyak mungkin jauh lebih baik. Angka pasti? Tidak ada. Perhatikan perkiraan “anggota populasi” yang ada di “area” (contoh: tempat mangkal anak jalanan dan ayam kampus tadi) ada berapa banyak, lalu ambillah sebanyak mungkin).
Hati-hati dengan kasus “ayam kampus.” Bisa jadi ini termasuk jenis populasi tidak jelas atau tidak pasti (tidak jelas keberadaannya dan tidak pasti jumlahnya). Dalam kasus ini gunakan teknik sampling untuk populasi tak jelas/tak pasti (uraian berikut).

5. Convenience dan incidental (accidental, opportunistic) sampling
Istilah convenience sampling sering disamamaknakan dengan incidental sampling dan accidental sampling. Convenience artinya mudah atau kemudahan atau kenyamanan (dalam arti tidak memberikan kesulitan atau kesusahan). Incidental artinya tidak secara sengaja, secara kebetulan, atau sampingan (bukan yang pokok atau utama). Accidental artinya (salah satu yang cocok dengan pengambilan sampel) adalah tidak secara sengaja, atau secara kebetulan. Opportunistic artinya juga secara kebetulan. Jadi, incidental, accidental, dan opportunistic mempunyai makna yang sama.
Convenience sampling maksudnya mengambil sampel yang sesuai dengan ketentuan atau persyaratan sampel dari populasi tertentu yang paling mudah dijangkau atau didapatkan. Misalnya yang terdekat dengan tempat peneliti berdomisili.
Incidental (accidental, opportunistic sampling) maksudnya mengambil sampel secara sembarang (kapanpun dan dimanapun menemukan) asal memenuhi syarat sebagai sampel dari populasi tertentu.
J           adi, sebenarnya antara convenience sampling dan incidental (accidental, opportunistic) sampling ada perbedaan, yaitu pada convenience sampling pengambilan sampel secara sengaja (sengaja yang mudah), sementara pada incidental (accidental, opportunistic) faktor kesengajaan tidak menjadi pokok, faktor kebetulan justru yang paling menonjol (mencari-cari sampai secara “kebetulan” mendapatkan sampel yang dikehendaki). Akan tetapi semuanya mempunyai kesamaan, yaitu sama-sama menempuh cara yang relatif paling mudah, yang tidak menyulitkan. Hanya saja pada incedental (accidental, opportunistic) sampling kemudahan itu dilihat dari sudut “asal menemukan yang memenuhi ketentuan atau persyaratan,” sementara pada convennience sampling faktor kemudahan itu dilihat dari keterjangkauan (tempat dan hubungan).
Jadi, ketemu pegang! Maksudnya, jika menemukan yang sesuai kriteria, pegang (ambil) sebagai sampel.
Contoh:
Seorang peneliti ingin mengetahui partisipasi orang tua murid dalam meningkatkan prestasi belajar anak-anaknya. Peneliti mengambil sebagai sampel tetangganya, temannya, kerabatnya, sejawatnya, dan kenalannya yang semuanya termasuk kategori “anggota populasi penelitian” (dalam hal ini orang tua murid). Ini termasuk convenience sampling, pengambilan sampel dengan cara yang paling mudah, paling tidak sulit, paling nyaman.
Peneliti lain ingin mengetahui bagaimana komentar mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (FIP UNY) mengenai tampilan dan isi Tatangmanguny’s Blog. Tentu yang jadi populasi adalah mahasiswa yang pernah membuka blog tersebut, tidak semua mahasiswa FIP UNY. Mencarinya tentu tidak mudah. Populasinya tak terhingga. Harus ditanya satu per satu. Jika ada yang kebetulan pernah membukanya, jadilah pertanyaan dilanjutkan, dan para mahasiswa tersebut terambillah jadinya sebagai sampel (opportunistic, incidental, accidental samples).
Berapa banyak sampel yang akan diambil? Sama dengan contoh purposive sampling di atas, yaitu sampai merasa dari sampel yang terjaring tersebut cukup mendapatkan gambaran (kejelasan) jawaban permasalahan penelitian. Angka pasti? Juga tidak ada.

6. Snowball sampling
Orang-orang, terutama anak-anak, di daerah bersalju, suka bermain-main dengan bola salju (snowball). Bukan lempar-lemparan, melainkan menggelindingkan bola salju itu dari bukit ke lembah, ke bawah. Bola yang digelindingkan hanya sekepalan tangan. Pada ketika menggelinding itu, ada salju yang ikut menempel ke bola sekepal tadi. Makin ke bawah jadinya makin banyak salju yang menempel, dan makin membesarlah bola salju tersebut.
Pengambilan sampel dengan teknik snowball sampling gambarannya seperti menggelindingkan bola salju sekepalan tangan anak tadi. Di ketika populasi penelitian tidak jelas keberadaannya, dan tidak pasti jumlahnya, temuan satu sampel saja sudah sangat amat berarti. Dari sampel pertama itu dicarilah (diminta informasinya) mengenai “teman-teman” sampel lainnya.
Nah, sebentar, perlu didefinisikan dulu apa itu snowball sampling, karena definisi itu diperlukan untuk dikutip mahasiswa (siapapun yang akan meneliti, tentunya).
Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel dari populasi yang tidak jelas keberadaaan anggotanya dan tidak pasti jumlahnya dengan cara menemukan satu sampel, untuk kemudian dari sampel tersebut dicari (digali) keterangan mengenai keberadaan sampel (sampel-sampel) lain, terus demikian secara berantai.gulung salju 1

Ambil contoh akan meneliti para pengguna narkoba. Jika sudah tertemukan satu orang pengguna, dari orang tersebut digali infomrasi siapa saja teman atau teman-temannya yang sama-sama suka mengkonsumsi narkoba. Dari temannya tadi dicari lagi informasi siapa teman atau teman-teman lainnya. Begitu seterusnya, sampai sampel dirasa cukup untuk memperoleh data yang diperlukan, atau sampai “mentog” sudah tidak terkorek lagi keterangan sampel lainnya siapa dan di mana, atau sampai data yang diperoleh dipandang sudah cukup memadai untuk menjawab permasalahan penelitian.
Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau “mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain” (Young, dikutip oleh Koentjarangningrat, 1991;23). Penekanan pengertian definisi operasional ialah pada kata “dapat diobservasi”.
Apabila seorang peneliti melakukan suatu observasi terhadap suatu gejala atau obyek, maka peneliti lain juga dapat melakukan hal yang sama, yaitu mengidentifikasi apa yang telah didefinisikan oleh peneliti pertama. Sedangkan definisi konseptual, definisi konseptual lebih bersifat hipotetikal dan “tidak dapat diobservasi”. Karena definisi konseptual merupakan suatu konsep yang didefinisikan dengan referensi konsep yang lain. Definisi konseptual bermanfaat untuk membuat logika proses perumusan hipotesa.
Contoh;
Komponen Penyusunan Definisi Operasional adalah;
  1. Variabel (Gagal Ginjal)
  2. Definisi (Adalah suatu kondisi gangguan kesehatan pasien yeng telah ditetapkan oleh dokter mengalami gangguan gagal ginjal).
  3. Hasil Ukur (Hasil dari diagnosa medis terhadap pasien/ responden) dg kriteria jawaban Diagnosa medis pasien gagal ginjal =Ya Diagnosa Medis Tidak gagal Ginjal= Tidak
  4. Skala Data (nominal)
  5. Cara ukur (melalui Dokumen Status pasien)

RANCANGAN PENELITIAN / RESEARCH DESIGNAN OVERVIEW

  Definisi
Rencana penelitian yang memuat strategi dan struktur penelitian yang diatur untuk menjawab masalah penelitian

Suatu rencana, struktur dan strategi penelitian untuk menjawab permasalahan yang dihadapi dengan melakukan pengendalian berbagai variabel yang berpengaruh terhadap penelitian
Cakupan
  Identifikasi masalah
  Perumusan hipotesis
  Operasionalisasi hipotesis
  Analisis data
Fungsi
  Penuntun dalam penelitian
  Untuk setiap tahap penelitian
  Alat pengendali variabel penelitian
Pengendalian terhadap variabel penelitian
  1. Optimalisasi varians penelitian
  2. Pengendalian variabel luar
  Memilih subjek penelitian dengan kondisi variabel luar  yang homogen
  Randomisasi subjek
  Pengelompokan secara matching
  1. Memperkecil varians kesalahan hasil pengukuran
Rancangan penelitian kesehatan berdasar klasifikasi penelitian

PENELITIAN DESKRIPTIF
  Adalah penelitian yang menjelaskan data dan karakteristik populasi atau fenomena yang dipelajari
  Menjawab pertanyaan : siapa, apa, kapan, dimana dan bagaimana (who, what, when, where, how).
  Data yang disajikan berdasarkan fakta, akurat dan sistematik
  namun tidak dapat menjelaskan penyebab (why), tidak dapat menerangkan hubungan sebab akibat (satu variabel mempengaruhi variabel lain)
Penelitian observasional deskriptif
  Observasi
  Bertujuan melakukan deskripsi thd fenomena tanpa mencoba menganalisis mengapa fenomena tersebut dapat terjadi
Langkah-langkah penelitian deskriptif
  1. Memilih masalah yg akan diteliti
  2. Merumuskan dan membatasi masalah à studi pendahuluan
  3. Merumuskan hipotesis (tidak harus)
  4. Merumuskan dan memilih teknik pengumpulan data
  5. Menentukan kriteria untuk klasifikasi data
  6. Menentukan alat pengumpulan data
  7. Pengolahan data
  8. Menarik kesimpulan
Jenis penelitian deskriptif(1) Seri kasus
  Deskripsi tentang ciri yang menarik dari sekelompok kasus
  Tanpa hipotesis, kontrol, rencana
  Tidak memberi konklusi
  Guna: prekursor untuk studi berikutnya
  Contoh: pemberian vasodilator memberi kesan dapat menyelamatkan pasien yang biasanya meninggal pada luka bakar berat
  Pemberian MgSo4 pada kasus preeklamsia biasanya dapat menimbulkan atonia uteri
Jenis penelitian deskriptif : studi evaluasi
  Untuk menilai suatu program
  Hasilnya digunakan untuk perbaikan atau peningkatan program
  Evaluasi Program KB Nasional
  Evaluasi program pemantauan gizi ibu hamil dan balita di puskesmas
  à Uji kebijakan publik
Jenis-jenis penelitian deskriptif(2)survei
  Survei rumah tangga
  Survei morbiditas
  Survei analisis jabatan
  Survei pendapat umum
Jenis penelitian deskriptif : studi kasus
  Meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal
  Terhadap kasus unik atau khusus
  Misal
  Pre-eklampsia berat pada primigravida tua dengan Down Syndrome
Jenis penelitian deskriptif : studi perbandingan
  Membandingkan persamaan atau perbedaan sebagai fenomena untuk mencari faktor-faktor apa, atau situasi yang menyebabkan timbulnya peristiwa tertentu
  variabelnya masih mandiri tetapi untuk sampel yang lebih dari satu
  Contoh :
  adakah perbedaan produktivitas kerja antara pegawai Negeri dan Swasta. Pegawai Negri dan Swasta adalah sampel yang berbeda
  Perbedaan efektivitas pemakaian KB suntik dan KB pil
PENGOLAHAN DATA
Mencakup
pengukuran tendensi sentral :
  Mean
  Median
  Mode
Variabilitas :
  Range
  interquartile range
  Variance
  standard deviation.
contoh
Data : 3,4,5,5,6,6,6,7,7,8,8,9
Mean : ?
Median : ?
Modus : ?
Reliabilitas dan Validitas
Masalah reliabilitas (keterandalan) dan validitas pengukuran (kesahihan) merupakan 2 hal pokok dalam penelitian yang tidak boleh ditinggalkan. Reliabilitas didefinisikan sebagai keterandalan alat ukur yang dipakai dalam suatu penelitian. Apakah kita benar-benar dapat mengukur dengan tepat sesuai dengan alat atau instrumen yang dimiliki.
Dikenal beberapa jenis reliabilitas, yaitu berikut ini.
1.      Intercoder dan intracoder, yaitu pemberian kode dari luar dan dari dalam.
2.      Pretest, yaitu pengujian atau pengukuran perbedaan nilai antara juri-juri pemberi nilai.
3.      Reliabilitas kategori, yaitu derajat kemampuan pengulangan penempatan data dalam berbagi kategori.
Validitas adalah kesahihan pengukuran atau penilaian dalam penelitian. Dalam analisis isi, validitas dilakukan dengan berbagai cara atau metode sebagai berikut.
1.      Pengukuran produktivitas (productivity), yaitu derajat di mana suatu studi menunjukkan indikator yang tepat yang berhubungan dengan variabel.
2.      Predictive validity, yaitu derajat kemampuan pengukuran dengan peristiwa yang akan datang.
3.      Construct validity, yaitu derajat kesesuaian teori dan konsep yang dipakai dengan alat pengukuran yang dipakai dalam penelitian tersebut.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

      I.            Konsep Dasar Penyakit
A.                Pengertian
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998)
B.                 Klasifikasi
Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain:
1.      Kandung kemih (sistitis)
2.       uretra (uretritis)
3.       prostat (prostatitis)
4.       ginjal (pielonefritis)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi:
1.         ISK uncomplicated (simple)
ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih.
2.         ISK complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut:
a.       Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan prostatitis.
b.      Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
c.       Gangguan daya tahan tubuh
d.      Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp yang memproduksi urease.

C.                Etiologi
1.      Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
a.       Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
b.      Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
c.       Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
2.      Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
a.       Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang kurang efektif
b.      Mobilitas menurun
c.       Nutrisi yang sering kurang baik
d.      Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
e.       Adanya hambatan pada aliran urin
f.       Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat

D.                Patofisiologi
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan hematogen. Secara asending yaitu:
·            Masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.
·            Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:
·            Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif.
·              Mobilitas menurun
·               Nutrisi yang sering kurang baik
·               System imunnitas yng menurun
·               Adanya hambatan pada saluran urin
·               Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun.
E.                 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis):
·                     Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
·                     Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
·                     Hematuria
·                     Nyeri punggung dapat terjadi
Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis)
·                     Demam
·                     Menggigil
·                     Nyeri panggul dan pinggang
·                     Nyeri ketika berkemih
·                     Malaise
·                     Pusing
·                     Mual dan muntah
F.                 Pemeriksaan Penunjang
1.                  Urinalisis
·               Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
·               Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2.                  Bakteriologis
·               Mikroskopis
·               Biakan bakteri
3.                  Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4.                  Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
5.                  Metode tes

G.                Penatalaksanaan
Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhaap flora fekal dan vagina.
Terapi  Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
·                     Terapi antibiotika dosis tunggal
·                     Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
·                     Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
·                     Terapi dosis  rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin), trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi.
Pemakaian  obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:
·                     Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
·                     Interansi obat
·                     Efek samping obat
·                     Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal
Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:
1.                  Efek nefrotosik obat
2.                  Efek toksisitas obat















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.               Pengakajian
1)            Pengumpulan Data
Ø  Identitas Pasien
                                         Nama                                              :
                                         TTL                                                 :
                 Jenis kelamin                                  :
                 Alamat                                            :
                 Agama                                            :
                 Suku/bangsa                                   :
                 Pendidikan                                     :
                 Pekerjaan                                        :
                 Tgl. MRS                                        :                       Jam :
                 Tgl. Pengkajian                               :                       jam :
                 Diagnosa medis                              :

Ø  Sumber Informasi
        Nama                                       :
        Pendidikan                              :
        Pekerjaan                                 :
        Alamat                                                :

2)            Riwayat Kesehatan

Ø  Keluhan Utama
               Rasa panas saat berkemih

Ø  Riwayat Kesehatan Sekarang
               Rasa panas, nyeri pangung dan pinggang, demam, menggigil

Yang perlu ditanyakan adalah:
·         Bagaimana sifat keluhan.
·         Nyeri biasanya disebabkan oleh apa .
·         Kapan munculnya keluhan.
·         Apakah nyeri tersebut sampai menyebar  dan sampai dimana penyebarannya 
·         Bagaimana keadaan urine ( bau , warna , kekentalan , banyaknya urine yang dikeluarkan )
·         Apa keluhan bertambah atau berkurang.
·         Kapan demam. ( malam / pagi hari )
·         Pertolongan/obat-obatan apa yang telah / pernah telah didapat

Ø  Riwayat Kesehatan Dahulu
               Penggunaan kateter urin
                                                 Dapat ditanyakan:
·       Apakah ada kebiasaan merokok,
    ( sejak kapan,berapa banyak /hari )
·       Apakah ada kebiasaan minum alcohol/minuman keras.
·       Apakah ada riwayat alergi,
                                     ( terhadap apa dan bagaimana).
·         Apakah pernah menderita gangguan perkemihan,
( kapan,berapa lama, pengobatan yang di peroleh ).
·         Apakah pernah menderita penyakit yang sama.
·         Apakah pengobatannya sampai sembuh dan kapan pengobatan itu dilakukan
·         Selama dalam menjalani pengobatan  apakah pasien teratur dalam menjalani pengobatannya .
·         Bagaimana kondisi BB dan nafsu makan saat dilakukan pengobatan yang dahulu 

3)            Pemeriksaan Fisik

Ø  Palpasi
Ø  Auskultasi
Ø  Lab : Urinary: eritrosit, protein, sedimen Darah: kreatinin
4)            Pola KDM Menurut Gordon
1)      Pola persepsi
menggambarkan persepsi klien tentang keluhan yang di alami serta penanganan/penatalaksanaan sebelum pasien masuk Rumah sakit.

o   Gejala :            Nyeri tubuh, sakit kepala
o   Tanda :            Perilaku berhati-hati/ distraksi, gelisah

Yang perlu ditanyakan:
v   Bagaimana pandangan/persepsi klien terhadap sakit yang di derita?
v   Apa tindakan yang di lakukan klien sebelum datang ke rumah sakit?
v   Apakah klien telah mengkomsumsi obat pada saat datang ke rumah sakit?
v   Apakah obat tradisional atau obat dokter?
v   Sudah berapa lama klien menjalani pengobatan?
v   Mengapa klien tidak langsung  memeriksakan diri ke Rumah sakit?

2)      Pola nutrisi metabolic
Menggambarkan asupan nutrisi,keseimbangan cairan dan elektrolit,kondisi rambut, kuku dan kulit.

o   Makanan
Tidak ada gangguan pada saat makan
o   Minuman
Jumlah air yang diminum        : ± 1000 cc (5 gelas)
Jenis air yang diminum                        : Air putih

Ditanyakan tentang :
v  Kebiasaan makan sehari berapa kali.
v  Jenis makanan Apa saja.
v  Bagaimana nafsu makan.
v  Apakah ada masalah dalam mengunyah makanan dan berapa lama makanan itu baru ditelan .
v  Apakah ada disertai rasa nyeri dilambung saat makan
v  Apakah ada perasaan mual / muntah waktu makan
v  Kebiasaan minum berapa gelas sehari.
v  Apakah kebutuhan makanan dan minuman terpenuhi dengan cukup
v  Berat badan bertambah atau berkurang.
v  Menilai keadaan rambut, kulit dan kuku.
v  Apakah ada masalah pada kuku ( warna , bentuk )
v  Bagaimana keadaan rambutnya ( warna , jenis , pertumbuhannya )

3)      Pola eliminasi
Menggambarkan tentang eliminasi perkemihan, eliminasi pencernaan, eliminasi pernapasan dan proses pembentukan keringat(integumen).

o   Gejala :    -     Perubahan pola berkemih biasanya: peningkatan frekuensi, poliuria, atau penurunan frekuensi.
                       -     Disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi)
                       -     Abdomen kembung, diare, atau konstipasi, Riwayat HPB
o   Tanda :         Perubahan warna urine
o   Buang Air Kecil ( BAK )
Ditanyakan :
o   Kebiasaan / hari beberapa kali.
o   Banyak atau sedikit urin yang keluar setiap BAK.
o   Apakah waktu BAK rasa nyeri atau tidak.
o   Apa warna urin.
o   Bagaiman bau urin.
o   Buang Air Besar ( BAB)
Ditanyakan :
o   Kebiasaan / hari beberapa kali.
o   Apakah kotoran/feses keras, lembek atau cair.
o   Apakah waktu BAB rasa nyeri atau tidak.
v  Apa warna feses / kotoran. Keringat
a)        Bagaimana produksi keringat.
( biasanya banyak terutama malam hari )
v  Pernapasan
a)         Apakah merasa sesak napas.
b)         Pernapasan cepat atau lambat.


4)      Pola kognitif
Menggambarkan tentang kemampuan proses berpikir, penciuman ditambah dengan persepsi nyeri.

o   Gejala :    -     Sakit kepala, penglihatan kabur
                                         -     Kram otot/kejang
o   Tanda :     -     Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi
           -    Kejang, faskikulasi otot, aktivitas kejang

Yang perlu ditanyakan keadaan mental
v  Bagaimana fungsi panca indra.
ü  Pendengaran
ü  Penglihatan
ü  Pengecapan
ü  Penciuman
ü  Perabaan
v  Kemampuan berkomunikasi.
v  Kemampuan mengerti tentang penyakitnya
v  Kemampuan orientasinya ( orang , waktu dan tempat ) 
v  Bagaiman persepsi sensorik.( nyeri - dada menggunakan skala nyeri )
v  Bagaimana respon pasien terhadap ras nyeri yang dialaminya
v  Bagaimana raut wajah pasien ketika ada rasa nyeri
v  Apakah pasien mengerti dengan proses pengobatan penyakitnya 

5)      Pola aktivitas
Menjelaskan mengenai aktifitas keseharian dari pasien berhubungan dengan kekuatan otot.

o   Gejala :            Keletihan, kelemahan, malaise
o   Tanda  :           Kelemahan otot, kehilangan tonus

                     Dapat ditanyakan
§  Apakah klien masih dapat beraktivitas.
§  Apakah mampu sendiri dalam melakukan personal hygiene                ( makan, mandi, berpakaian dan toileting)
§  Bagaimana tingkat mobilitas.
                                    ( berpindah, ditempat tidur, berjalan dan kekuatan otot )

6)      Pola tidur
Menggambarkan tentang kualitas tidur pasien dan kemampuan beristirahat
-          Tidur malam    : 21.00-06.00
-          Tidur siang       : 14.00-16.00
-          Pasien sering merasa terbangun dengan sendirinya
-          Pasien sering terbangun karena rebut

Dapat ditanyakan
v  Beberapa jam tidur dalam sehari, (malam,pagi,siang )
v  Berapa lama pasien dapat tidur malam
v  Kebiasaan apa yang dilakukan oleh pasien bila mengalami kesulitan dalam tidur
v  Bagaimana setelah tidur apakah merasa tenang.
v  Apa ada masalah / gangguan selama tidur.
v  Adanya terbangun dini, insomnia atau mimpi buruk.
v  Adakah obat – obat yang dikonsumsi sebelum tidur
v  Faktor apa saja yang sering membuat pasien terbangun dari tidurnya .

7)      Pola konsep diri
Pola tentang kemampuan pasien dalam menggambarkan koping pasien.
-          Harga diri, ideal diri, identitas diri, gambaran diri pasien terganggu karena merasa tidak nyaman dengan keadaan yang dirasakan selama sakit.

Dapat ditanyakan
v  Bagaimana sikap klien tentang dirinya sendiri.
v  Bagaimana persepsi tentang dirinya dari masalah masalah yang ada seperti
ü Perasaan kecemasan
ü Ketakutan
ü Penilaian terhadap diri
ü Peran
ü Konsep diri
ü Gambaran diri
ü Identitas tentang dirinya.

8)      Pola peran hubungan
Kemampuan klien dalam melaksanakan peran hubungan dengan keluarga, orang lain dan tim kesehatan.

-          Peran dan hubungan pasien dengan orang-orang terdekat        : baik
-          Peran dan hubungan pasien dengan perawat                            : baik

Dapat Ditanyakan :
v  Apakah klien aktif dalam berorganisasi dilingkungan masyarakat.
v  Bagaimana interaksi klien dengan lingkungan sekitar,
( hubungan dengan keluarga, teman dan tetangga )
v  Bagaimana pekerjaannya.
v  Bagaimana kemampuan bekerja.
v  Bagaimana hubungan yang terjadi antara pasien dengan tim kesehatan
v  Adakah kerja sama  yang baik antara tim kesehatan dengan pasien dan keluarga
v  Bagaimana hubungan interaksi pasien dengan pasien dalam satu ruangan

9)      Pola intoleransi stress
Menggambarkan aspek kecemasan dari pasien terhadap penyakitnya.

o   Gejala :            adanya reaksi transfuse
o   Tanda :                        demam, petekie, pruitis

Dapat ditanyakan :
v Apakah klien tidak stres terhadapa penyakitnya
v Bagaimana tingkat kecemasan pasien
v Bagaimana tanggapan pasien terhadap penyakitnya
v Respon tubuh apa yang muncul saat pasien stress
v Apakah pasien merasa takut
v Apakah pasien merasa cemas

10)  Pola kesehatan reproduksi
Fungsi kebutuhan dan tingkat kebahagiaan seksualitas pasien.

-          Dampak sakit terhadap pola seksual pasien terganggu.

Dapat ditanyakan
v  Bagamana tingkat seksualitas klien.
v  Bagaimana peningkatan dan penurunan libido.
Pada klien perempuan dapat ditambahkan,
v  Periode menstruasi terakhir masalah menopause.
v  Masalah pap smear, pemeriksaan payudara tiap bulan.
Masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit.

11)  Pola nilai kepercayaan
Menggambarkan tentang nilai kehidupan, tujuan, agama dan keyakinan klien.

-          Pasien taat menjalankan ibadah
-          Pasien yakin akan sembuh dari penyakit
Perlu ditanyakan :
v  Agama yang dianut / kepercayaannya.
v  Ketaatan menjalankan ibadah.
v  Apa ada pantangan dalam agama.
v  Kebutuhan adanya rohaniawan.
v  Apakah pasien sering mengikuti kegiatan – kegiatan dalam keagamaan
v  Apakah keluarga membantu  secara spiritual terhadap proses pengobatan
v  Bagaimana keyakina pasien terhadap bantun Tuhan dalam menghadapi penyakit dan proses pengobatannya.
      Analisa Data
B.               Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan Pola Tidur
Domain 4              : AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Kelas 1                  : ISTIRAHAT/TIDUR
Pengertian            : Keterbatasan waktu tidur (secara alami terus menerus, dalam periode kesadaran relative) meliputi jumlah dan kualitas.
Batasan Karakteristik:
§  Terbangun pada waktu malam
§  Insomnia dalam waktu malam
§  Kerusakan pola normal karena diri sendiri
§  Konsep memulai tidur >30 menit
§  Insomnia pagi hari
§  Terbangun lebih awal atau terlambat bangun
§  Mengeluhkan untuk mulai tidur
§  Mengeluhkan istirahat merasa tidak puas.

2.      Kecemasan
Domain 9              : KOPING/ TOLERANSI TERHADAP STRESS
Kelas 2                  : RESPON KOPING
Pengertian            : Perasaan tidak nyaman atau ketakutan yang tidak jelas dan gelisah disertai dengan respon otonom (sumber terkadang tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan yang was-was untuk mengatasi bahaya. Ini merupakan siyal peringatan akan adanya bahaya dan memungkinkan individu untuk mengambil langkah untuk menghadapinya.
Batasan Karakteristik :
§  Perilaku
§  Penurunan produktivitas
§  Gelisah
§  Ekspresi yang mendalam terhadap perubahan hidup
§  Insomnia
§  Resah
Faktor yang berhubungan:
§  Konflik yang tidak disadari mengenai nilai utama/tujuan hidup
§  Transmisi interpersonal
§  Ancaman kematian
§  Ancaman terhadap konsep diri
§  Stress
§  Perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, lingkungan, status ekonomi

3.      Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain.
Domain 12            : KENYAMANAN
Kelas 1                  : KENYAMANAN FISIK
Pengertian            : Pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan secara aktual atau potensial atau menunjukkan adanya kerusakan, serangan mendadak atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat yang dapat diantisipasi atau diprediksi durasi nyeri kurang dari 6 bulan.
Batasan Karakteristik:
§  Melaporkan nyeri secara verbal atau nonverbal
§  Menunjukkan kerusakan
§  Posisi untuk mengurangi nyeri
§  Gerakan untuk mengurangi nyeri
§  Gerakan untuk melindungi
§  Tingkah laku berhati-hati

4.         Resiko Devisit Volume Caiaran
        Domain 2            : NUTRISI
        Kelas 5                : RESIKO KURANG VOLUME CAIRAN
        Pengertian          : Resiko untuk mengalami dehidrasi intraseluler, selular, vaskular.
        Faktor Resiko:
§  Kehilangan cairan melalui rute abnormal
§  Kurang pengetahuan
§  Kelainan yang mempengaruhi intake, absorbsi cairan
§  Berat badan ekstrem
§  Kehilangan cairan melalui rute normal
       
C.               Perencanaan
1.      Gangguan Pola Tidur
*      NOC
      ANXIETY CONTROL(1402)
                                    Domain : psychosocial health(III)
                                    Class    : self control (O)
                                    Scale    : never domentrated to consistenly demonstrated (m)
                                    Indikasi :
                                          140201   :                 Control intensitas cemas
                                          140202   :                 Eliminasi tanda cemas
                                          140206   :                 Menggunakan strategi koping efektif
                                          140207   :                 Untuk menekan kecemasan

*      NIC
ENVIRONMENTAL MANAGEMENT (6480)
                                          Aktifitas :
a)      Menciptakan suasana yang menyenangkan seperti di rumah.
b)      Menyediakan tempat tidur yang bersih dan nyaman
c)      Menciptakan suasana yang membantun perkembangan pribadi.
d)     Tempatkan di ruangan tersendiri, jika memungkinkan
e)      Membatasi jumlah orang yang berada dalam ruangan
                                                                                                                              


2.      Kecemasan
*       COC
-          Klien tidak tampak takut ditandai dengan:
Klien tampak tenang, klien tidak gelisah
*      NOC
      Kontrol Kecemasan (1402)
      Domain           : Physiologic Health (II)
      Class                : Self Control (O)
      Scale                : Never demonstrated to consistently demonstrated (m)
      140201            Memantau intensitas kecemasan
      140202            Menghilangkan penyebab munculnya kecemasan
140203            Mengurangi rangsangan lingkungan ketika terjadi kecemasan
140204            Mencari informasi untuk mengurangi kecemasan
140205            Merencanakan strategi koping terhadap situasi stress
140206            Menggunakan stretegi koping yang efektif
140207            Menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan
140208            Melaporkan penurunan durasi dari episode cemas
140209            Melaporkan peningkatan penjangnya durasi antara episode cemas
140210            Mempertahankan penampilan peran, dll

*      NIC
      Penurunan Kecemasan (5820)
1.      Menggunakan pendekatan yang lembut
2.      Menjelaskan semua prosuder termasuk perasaan yang menyerupai pengalaman selama prosedur
3.      Menyediakan informasi yang factual mengenai diagnosa, perawatan dan prognoasis
4.      Mendengar dengan penuh perhatian
5.      Menciptakan suasana yang dapat menimbulkan kepercayaan
6.      Mengidentifikasi perubahan tingkat kecemasan
7.      Mengontrol rangsangan
8.      Mendukung penggunaan mekanisme pertahanan
9.      Mendorong kemampuan pengambilan keputusan klien
10.  Menginstruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi

3.      Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain.
*      COC
-          Klien melaporkan bahwa nyeri hilang/ terkontrol ditandai dengan wajah tidak tampak meringis
*      NOC
1.      Tingkat Kenyamanan (2100)
Domain          : perceived health (V)
Class               : symptom status (V)
Scale               : none to extensive (i)
210001           Melaporkan kenyamanan fisik
210002           Melaporkan kepuasan terhadap pengawasan nyeri
210003           Melaporkan kenyamanan psikologis
210007           Melaporkan kepuasan terhadap tingkat kemandirian
210008           Ekspresi puas terhadap pengawasan nyeri

2.      Pengawasan Nyeri (1605)
Domain          : Health Knowledge (IV)
Class               : Health Beavior (Q)
Scale               : Never demonstrated to consistenly demonst ated (m)
160501           Mengenali faktor-faktor penyebab
160502           Mengenali serangan nyeri
160503           Menggunakan teknik pencegahan
160504           Menggunakan teknik non analgesik
160507           Melaporkan gejala-gejala pada petugas
160509           Mengenali gejala-gejala nyeri
160510           Menggunakan catatan harian nyeri
160511           Melaporkan pengawasan nyeri

*      NIC
1.                 Melakukan pengkajian yang komprehensif dari nyeri termasuk lokasi, karakteristik, serangan/ durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau penyebaran dan faktor-faktor pencetusnya.
2.                 Mengobservasi tanda-tanda non verbal dari ketidaknyamanan terutama pada ketidakmampuan berkomunikasi secar efektif.
3.                 Memastikan klien mendapatkan perawatan analgesik
4.                 Menggunakan teknik komunikasi terapeutik dan mengetahui pengalaman nyeri dan respon kilen teradap nyeri.
5.                 Menyediakan infornasi tentang nyeri seperti penyebab, lamanya, dan cara-cara untuk mengantisipasi ketidaknyamanan.
6.                 Mengontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon ketidaknyamanan klien.
7.                 Mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor pencetus yang dapat meningkatkan nyeri.
8.                 Menggunakan teknik kontrol nyeri sebelum menyebar.
9.                 Mendorong klien untk dapat berbicara tentang pengalaman nyeri.
10.             Memantau kepuasan klien terhadap management nyeri.

4.      Resiko Devicit Volume Cairan
*       COC
-          Klien menunjukkan keseimbangan cairan yang ditandai oleh pengeluaran urine adekuat, TTV stabil, dan membran mukosa lembab.
*      NOC
      Keseimbangan Cairan (0601)
      Domain           : Physiologic Health (II)
      Class                : Fluid and electrolyted (G)
      Scale                : Extremely compromised to not compromised (a)
      060101            Tekanan darah dalam hasil yang diharapkan
      060102            Tekanan arterial dalam hasil yang diharapkan
      060103            Tekanan vena pusat dalam hasil yang diharapkan
      060104            Desakan vena pulmonary dalam hasil yang diharapkan
      060105            Nadi perifer teraba
      060106            Hipotensi orthostatic tidak ada
      060107            Keseimbangan intake/ output dalam 24 jam
      060108            Tidak terdapat kelainan bunyi napas
      060109            Berat badan stabil
      060111            Tidak terdapat distensi vena leher
      060112            Tidak terdapat edema perifer
      060113            Mata cekung tidak tampak
      060114            Kebingungan tidak tampak
      060115            Rasa haus yang abnormal tidak tampak
      060116            Hidrasi kulit

*      NIC
      Memantau Cairan (4130)
1.      Menentukan perkembangan kwantitas dan jenis dari pemasukan cairan serta kebiasaan eliminasi.
2.      Menentukan kemungkinan faktor-faktor resiko dari gangguan keseimbangan cairan
3.      Memantau berat badan
4.      Memanta nilai serum dan elektrolit urine
5.      Memantau tingkat albumin dan protein total
6.      Memantau TD, DN, dan status respirasi
7.      Memantau serum dan osmolalitas urine
8.      Memantau intake dan output
9.      Memantau tekanan darah orthostatic dan perubahan pada irama jantung
10.  Memantau adanya distensi vena leher, crackles pada paru, edema perifer dan berat badan.

D.  implementasi


·         memonitor status perkemihan :
-          mengkaji voume, warna bau dari urine.
-          Mengobservasi TTV
·         Mengatur posisi klien semi fowler
Memberikan obat-obatan yang telah dikolaborasikan dengan dokter sesuai dengan indikasi.

E.   EVALUASI

S : pasien mengatakan nyeri pada saat berkemih hilang
O : pengeluaran urine adekuat, TTV stabil, dan membran mukosa lembab.
A : masalah sebagian teratasi
P : tindakan keperawatan lanjut.





















BAB IV
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
Infeksi Saluran Kemih adalah suatu penyakit menular yang disebabkan akibat proliferasi suatu mikroorganisme yang akibat proliferasi suatu mikroorganisme. Infeksi Saluran Kemih sering terjadi pada wanita. Salah satu penyebabnya adalah uretha wanita yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih mudah memperoleh akses ke kandung kemih.
Dalam kasus ini, penerapan asuhan keperawatan dilakukan secara sistematis mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dan tetap berdasar pada konsep keperawatan secara teoritis sehingga masalah keperawatan yang ditemukan dapat teratasi melalui tindakan keperawatan yang dievaluasi.
Berdasarkan hasil pengkajian penulis mengangkat 4 diagnosa keperawatan. Implementasi yang dilaksanakan sesuai dengan perencanaan didasarkan pada diagnosa keperawatan yang ditemukan dalam kasus dan disesuaikan dengan kondisi pasien.

B.     SARAN
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus mampu menerapkan proses keperawatan secara sistematis mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dengan tetap didasarkan pada konsep keperawatan secara teoritis sehingga permasalahan yang ditemukan dapat teratasi.
Dalam melakukan asuhan keperawatan perawat harus tetap mengacu pada diagnosa keperawatan secara teoritis disamping itu harus mengikuti perkembangan keadaan pasien.
Bila terdapat hambatan dalam setiap pelaksanaan tindakan keperawatan,perawat haruslah berusaha mengatasinya baik secara mandiri ataupun berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dan mampu menggunakan sarana/faktor pendukung yang dapat membantu mengatasi masalah keperawatan semaksimal mungkin untuk tujuan keberhasilan tindakan yang bermanfaat bagi pasien.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar