Entri Populer

Rabu, 01 Desember 2010

gangguan tidur


Pendahuluan
 Tidur adalah suatu fenomena dasar yang penting dari kehidupan.  Kira-kira sepertiga kehidupan manusia dijalankan dengan tidur. Keluhan tidur merupakan hal yang umum terjadi pada orang lanjut usia. Established Populations for Epidemiologic Studies of the Elderly (EPESE) mendapatkan dari 9000 responden, sekitar 29% berusia di atas 65 tahun dengan keluhan gangguan tidur.1 Keluhan tidur umumnya berupa waktu tidur yang kurang, mudah terbangun malam hari, bangun pagi lebih awal, rasa mengantuk sepanjang hari dan sering tertidur sejenak. Banyak hal menyebabkan penurunan kualitas tidur pada usia lanjut antara lain perubahan irama sirkadian, adanya penyakit medik, psikiatrik, efek samping obat-obatan dan kebiasaan tidur yang buruk.
 Dalam menilai keluhan tidur pada usia lanjut harus dapat dibedakan gangguan tidur patologis dari perubahan normal pola tidur, pengenalan gejala-gejala selama tidur atau bangun, serta evaluasi luas tentang keluhan tidur.  Tujuan penilaian itu adalah untuk meningkatkan waktu tidur malam hari sehingga dapat berfungsi di siang hari pada usia lanjut. Untuk mengarah pada tujuan diatas perlu dipahami arti dan dampak tidur serta memahami fisiologi dari tidur terutama pada usia lanjut.
Fisiologi Tidur
 Tidur merupakan proses normal yang bersifat aktif, teratur, berulang, reversibel yang dibutuhkan oleh otak untuk menunjang proses fisiologisnya.2  Tidur memiliki fungsi restorasi yang penting untuk termoregulasi dan cadangan energi tubuh.  Pada saat tidur tenaga yang hilang dipulihkan dan terjadi pelemasan otot. Tidur adalah suatu fenomena kehidupan yang berlangsung dalam suatu siklus tidur-bangun berupa siklus sirkadian yang secara langsung diatur oleh pusat sirkadian di nukleus suprakiasmatikus hipotalamus regio anteroventral, yang mempengaruhi siklus endokrin dan pola sikap/behavior secara langsung atau tak langsung. 2-4
 Fisiologi tidur dapat diterangkan melalui gambaran aktivitas sel-sel otak selama tidur. Aktivitas tersebut dapat direkam melalui gelombang otak pada elektroensefalogram (EEG), gerakan mata pada elektrookulogram  (EOG) dan tonus otot pada elektromiogram (EMG).  Pencatatan variabel tersebut dikenal sebagai polisomnografi.2 Pada EEG dapat tergambarkan fase yang terjadi pada proses tidur. Fase sadar merupakan dominasi aktivitas alfa voltase rendah, sangat cepat kemudian akan masuk fase mengantuk berupa gelombang alfa campuran 8-12 spd. Fase tidur normal terdiri dari 2 tipe : NREM  yang terbagi dalam 4 stadium dan REM. Tidur NREM merupakan bagian terbesar waktu tidur normal, kira-kira 75% yang terdiri dari stadium 1 : 5%, 2 : 45%, 3 : 12%, 4 : 13% dan REM 25%.  Sedangkan tidur REM ditandai oleh gerakan bola mata konjungasi yang cepat pada semua arah gerak karena gerakan twiching otot mata.  Di luar gerakan ini mata tenang.  Refleks tendon melemah atau hilang, tekanan darah dan pernafasan meningkat dan pada pria disertai ereksi penis.1 Tidur REM dan NREM  secara bergantian selama hampir 80-100 menit, bahkan tidur REM dapat berulang dalam kurun waktu kurang dari 10 menit dengan durasi yang semakin lama. Dalam semalam, siklus tidur REM dan NREM dapat terjadi sebanyak 4-6 siklus.5
 Peran neurotransmiter dalam regulasi tidur belum jelas diketahui.  Diduga siklus tidur-bangun merupakan hasil interaksi nukleus-nukleus di batang otak, formasio retikularis dan korteks serebri.  Sistem ini diatur oleh neurotransmiter yang dihasilkan oleh nukleus raphe dan locus coeruleus di batang otak.  Nukleus raphe menghasilkan serotonin.  Kerusakan nukleus ini menurunkan kadar serotonin sehingga timbul gangguan tidur.  Sedangkan bila locus coeruleus yang menghasilkan norepinefrin dipacu juga akan menurunkan tidur REM dan meningkatkan keadaan terjaga (tidur REM dipelihara oleh mekanisme adrenergik).  Sistem limbik sebagai pusat emosi juga berhubungan dengan keadaan terjaga/bangun, mungkin berhubungan dengan ansietas dan depresi yang dapat mengganggu tidur.  Sistem dopaminergik dan asetilkolin diduga juga berperan dalam mekanisme tidur.4

Fisiologi Tidur pada Usia Lanjut.
 Pola tidur bangun berubah sepanjang kehidupan seseorang sesuai dengan bertambahnya usia.  Pada masa neonatal, tidur REM mewakili lebih dari 50% waktu tidur total, lama tidur sekitar 18 jam atau lebih.  Jumlah waktu tidur menurun cepat sehingga pada usia 1 tahun lama tidur sekitar 13 jam, 30% merupakan tidur REM.  Anak-anak menggunakan 10-13 jam untuk tidur, 30% berupa tidur REM.  Dewasa muda membutuhkan 7-8 jam tidur, dengan NREM 75% dan REM 25%.  Distribusi ini relatif tetap sampai usia tua namun tidur REM berubah dengan latensi yang cenderung terjadi lebih awal.6,7
 Gelombang otak berubah sesuai dengan pertambahan usia.  Pada usia lanjut tidur NREM stadium 1 dan 2 cenderung meningkat, aktivitas gelombang alfa menurun, sementara pada stadium 3 dan 4 aktivitas gelombang delta menurun atau hilang. Sehingga kondisi terjaga yang dapat timbul 2-4 kali selama tidur normal pada dewasa muda, pada orang tua akan meningkat.  Orang tua lebih mudah terjaga oleh stimulasi internal atau eksternal dan lebih menyolok pada pria dibandingkan wanita.  Narkolepsi atau jatuh tertidur sebentar pada siang hari juga meningkat frekuensinya pada usia tua.  Kontinuitas tidur berkurang sehingga menurunkan efisiensi tidur sebanyak 20% dibandingkan dewasa muda.  Walau sebenarnya rata-rata waktu tidur total pada usia lanjut hampir sama dengan dewasa muda, tapi orang tua lebih banyak menghabiskan waktu di tempat tidur, selain karena efisiensi tidur yang berkurang, juga karena merasa lebih letih dan merasa harus lebih banyak tidur.2, 8
 Pada usia lanjut juga terjadi perubahan siklus sirkadian. 
Dewasa muda umumnya mengantuk pada jam 10-11 malam lalu tertidur selama 8-9 jam, terbangun sekitar jam 6-8 pagi.  Pada usia lanjut jam biologik menjadi lebih pendek, fase tidur lebih maju, sehingga orangtua memulai tidur lebih awal dan bangun lebih awal pula.  Selain itu orangtua sering terbangun pada malam hari sehingga bangun pagi terasa tak segar, siang hari mengalami kelelahan dan lebih sering tertidur sejenak.  Waktu tidur malam tampak lebih kurang sehingga mereka merasa mengantuk sepanjang hari.  Gejala ini sering disalah-artikan sebagai kecemasan atau depresif.   Walaupun demikian perlu dibedakan  dengan gangguan tidur spesifik karena gangguan medis atau psikiatrik tertentu. 8, 9
 Perubahan keadaan hormonal yang berjalan sesuai siklus sirkadian seperti pola tidur juga berubah sesuai usia.  Terjadi penurunan sekresi hormon pertumbuhan, prolaktin, tiroid dan kortisol.  Hormon-hormon itu dikeluarkan terutama selama tidur gelombang lambat/dalam.  Demikian juga sekresi melatonin berkurang.  Hormon ini berperan juga dalam mengontrol irama sirkadian.  Sekresinya terutama pada malam hari, berhubugan dengan rasa mengantuk.  Sekresinya juga dihambat dengan adanya pemaparan lampu-lampu pada malam hari.4, 8

Gangguan Tidur pada Usia Lanjut.
  Ada beberapa macam klasifikasi gangguan tidur.  Klasifikasi menurut American Sleep Disorder Association (ASDA)  dikenal sebagai The International Classification of Sleep Disorders (ICSD) terbagi 3 golongan besar : Dissomnia, Parasomnia dan Gangguan Tidur yang berhubungan dengan Kelainan Medik/Psikiatrik.2,10
Pada klasifikasi menurut DSM IV, dissomnia dan parasomnia dimasukan dalam klasifikasi gangguan tidur primer. Yang termasuk dalam dissomnia antara lain insomnia primer, hipersomnia primer, narkolepsi, kelainan tidur yang berhubungan dengan pernafasan, gangguan sirkadian/ritme tidur, dan dissomnia tak spesifik. Sedangkan parasomnia, termasuk didalamnya antara lain : nightmare disorder, sleep terror disorder, sleepwalking disorder (somnabulisme), parasomnia tak spesifik (seperti bruxisme, tidur REM dengan gangguan perilaku, sleep talking, gangguan ritme gerakan, kelumpuhan tidur). Berikut akan dibahas beberapa macam gangguan tidur yang sering dijumpai.

INSOMNIA
 Insomnia sepintas normal dijumpai pada orang yang mengalami stress emosional, rasa nyeri atau perubahan pada rutinitas.  Insomnia yang berlangsung berminggu-minggu perlu dicari penyebabnya. Polisomnografi memperlihatkan pasien dengan keluhan insomnia memiliki jumlah tidur normal, sehingga sebaiknya insomnia diartikan sebagai kebutuhan tidur nokturnal yang lebih lama agar dapat berfungsi optimal pada siang hari.  Insomnia didefinisikan sebagai ketidakmampuan memulai tidur atau mempertahankan keadaan tidur. Gangguan ini dapat bersifat sementara atau transien dan bersifat kronis.  Pasien dengan insomnia transien biasanya tak ingin ke dokter. Ada juga insomnia sementara yang bersifat situasional di mana pasien justru mempengaruhi dokter untuk memberi obat tidur dalam waktu yang diperlukan.  Pada insomnia persisten/kronis biasanya keluhan berupa kesulitan memulai tidur bukan mempertahankan tidur, biasa karena ansietas yang disomatisasi atau perilaku maladaptif tentang tidur.  Terapi paling efektif berupa terapi perilaku untuk mengurangi/mengatur waktu di tempat tidur, edukasi untuk kesehatan tidur atau relaksasi otot yang progresif. Medikamentosa biasanya dengan senyawa beraktivitas singkat, masa paruh kurang dari 3 jam dapat menginisiasi tidur dan tak terakumulasi dalam tubuh lebih dianjurkan pada pasien usia tua dengan metabolisme yang lambat. Obat-obat yang biasa digunakan bisa bersifat sedatif hipnotik seperti barbiturat, sedatif ansiolitik dan hipnotik seperti benzodiazepin. Trankuilaizer seperti fenotiazin, haloperidol, antidepresan dengan efek hipnotik seperti trisiklin, ansiolitik, antihistamin, antikonvulsan, bahkan analgesik dapat digunakan pada insomnia, tergantung keadaan pasien.11

NARKOLEPSI.
 Narkolepsi dikenal sebagai kelainan tidur yang timbul pada dewasa muda, tapi bisa berlanjut hingga usia tua.  Narkolepsi merupakan keadaan yang ditandai oleh rasa capek/lelah yang berlebihan di siang hari disertai serangan tidur. Frekuensi dijumpai pada 0,07% populasi. Gejala berupa serangan tidur yang sulit dilawan, timbul pada saat yang tidak wajar misal saat menyetir mobil, makan, berdiskusi, timbul mendadak tapi dapat didahului oleh rasa kantuk yang berat. Serangan terjadi beberapa kali seminggu, dapat beberapa kali perhari, lama 1-10 menit.  Setelah serangan timbul masa refrakter selama beberapa jam, pasien merasa segar, baru kemudian masuk serangan berikutnya.
 Saat serangan tidur dapat ditemui katapleksi (hilangnya tonus otot secara umum/parsial, pasien jatuh, melemah di sendi lutut atau kepala menekur beberapa detik), lumpuh tidur, halusinasi hipnagogik.  Lumpuh tidur berupa tak dapat bergerak sejenak, temporer dan pasien sadar akan hal ini, timbul saat transisi antara tertidur dan terbangun.  Halusinasi hipnagogik merupakan halusinasi auditif atau visual yang “hidup” sering menakutkan, timbul saat akan mau tidur atau mau bangun.  Sebagian besar penderita menunjukkan pola mula tidur REM bila tidur malam/siang. Medikamentosa berupa stimulasi saraf pusat dengan metilfenidat 10-30 mg 3x/hari dapat mengurangi jumlah serangan tidur dan meningkatkan kesiagaan.  Obat lain: antidepresan trisiklik seperti klonipramine, MAO inhibitor seperti fenelzine. 9,11

GANGGUAN TIDUR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERNAFASAN.
Gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan sebenarnya merupakan transisi dari keadaan yang normal/fisiologis hingga keadaan patologis.  Seringkali ditemui pada orang tua yang sehat sampai yang memiliki dasar kelainan patologis tertentu, dapat bersifat subklinis sampai keadaan yang berat yang mengancam jiwa. Dari gejala subklinis yang merupakan variasi normal, klinis ringan berupa mengorok, kadang disertai apnea singkat, hipopnea dan hipoksemia, berkembang menjadi obstruktif apnea sampai sindrom obstruktive sleep apnea yang paling berat.  Pada klinis yang sudah menimbulkan sleep apnea, pernafasan berhenti selama lebih dari 10 detik, frekuensi rata-rata lebih dari 10x/jam waktu tidur malam.  Efek samping dari sindrom sleep apnea antara lain nyeri kepala waktu bangun pagi, depresi, deteriorasi intelektual, hipertensi sistemik, hipertensi pulmonal, aritmia jantung sepintas dan stroke.  Bila apnea terjadi lama, terjadi desaturasi oksigen yang berat, tekanan darah meningkat berat, stroke, aritmia jantung sampai henti jantung dan mati mendadak.  Pada pasien stroke yang menimbulkan efek gangguan tidur dan gangguan pola nafas, memberikan keluaran fungsional yang lebih buruk. Konsumsi alkohol dan obat hipnotik sebaiknya dihindari karena memperberat serangan apnea.  Berat badan harus diturunkan.  Pada kasus ringan dapat diterapi dengan klompiramin dan medroxyprogresteron asetat.   Pada kasus emergensi dilakukan trakeostomi.  Tindakan definitif dapat merupa bedah maxillofacial, uvulopalatofaringoplasti. 8,9,11

GANGGUAN GERAK
 Termasuk di dalamnya adalah Restless Leg Syndrome (RLS) dan Periodic Limb Movement (PLM).  Prevalensi kedua kelainan ini meningkat dengan bertambahnya usia tua. Restless Leg Syndrome atau disebut sebagai Ekborn’s syndrome gejala berupa perasaan tak enak pada salah satu tungkai, ada dorongan untuk terus menggerakkan tungkainya ketika akan tidur atau sensasi seperti cacing/semut didalam tungkainya atau perasaan berat/lelah.  Sensasi akan berkurang bila menggerakkan kakinya atau berjalan.  Dapat ditemui pada kehamilan, anemia, gagal ginjal dan kelainan metabolik lain.  Tatalaksana medikamentosa antara lain dengan benzodiazepin, opiat dan obat dopaminergik  (levodopa, bromokriptin).
 Periodic Limb Movement disorder atau disebut sebagai Myoklonus Nokturnal, berupa gerakan-gerakan singkat, stereotipik, berulang dan bukan merupakan gerakan epileptiform.  Terjadi terutama pada tidur NREM, gejala berupa fleksi unilateral/bilateral ibu jari kaki, pergelangan kaki, fleksi parsial lutut dan pangkal paha.  Gerakan terjadi selama 0,5-5 detik berulang setiap 20-40 detik.  Dapat terjadi pada defisiensi asam folat, kelainan ginjal, anemia, penggunaan antidepresan.  Keluhan sering hanya berupa tidur yang tak nyenyak.  Terapi dengan benzodiazepin (clonazepam), levodopa dosis kecil dan opiat.2,11

GANGGUAN TIDUR IRAMA SIRKADIAN.
 Gangguan tidur ini memperlihatkan fase tidur yang melambat, waktu tidur-bangun lebih lambat, kesulitan tertidur pada waktu yang diinginkan, sedangkan total jumlah waktu yang digunakan tidur normal.  Tatalaksana antara lain dengan menghindari cahaya pada malam hari (ruangan tetap gelap), dan pada siang hari dipaparkan dengan cahaya matahari (cahaya matahari merupakan stabilisator terbaik terhadap irama sirkadian).  Cara lain dengan menunda secara bertahap waktu tidur selama beberapa hari sampai dicapai waktu yang diinginkan. Ada pula yang mencoba memberikan melantonin pada usia lanjut untuk membantu gangguan tidur. Kecenderungan normal pada orang lanjut usia berupa onset tidur lebih awal dan bangun lebih awal, sering juga menimbulkan perasaan lelah pada siang hari.  Tipe jet lag dan tipe pergeseran kerja pada lanjut usia lebih rentan, dapat dicegah dengan mengubah waktu makan/tidur sebelum bepergian.2,8,11

PARASOMNIA
 Gejala parasomnia seperti somnambulisme, night terror, biasanya timbul pada usia anak dan sering hilang pada proses pertumbuhan.  Sedangkan gejala parasomnia berupa gangguan perilaku selama tidur dapat muncul pada usia tua.  Terjadi peninggian tonus selama tidur REM, timbul aktivitas motorik sesuai isi mimpi.  Pasien mungkin berlari, melompat, meninju, terutama pada pria.  Keadaan ini dapat berhubungan dengan sindrom putus zat alkohol, sedatif, pengobatan antidepresan trisiklik, gangguan neurologik seperti stroke dan kelainan degeneratif.2,8 Nocturnal Leg Cramps berupa sensasi kelelahan dan nyeri pada otot kaki atau betis yang timbul selama tidur, sehingga membangunkan penderita.  Gangguan ini ditemui pada kelainan metabolik, diabetes dan kehamilan dan dapat timbul pertama kali pada usia lanjut.2

GANGGUAN TIDUR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONDISI MEDIK UMUM
 Tiap jenis gangguan tidur dapat disebabkan oleh kondisi medik umum seperti gangguan gastrointestinal, asma, bronkitis, nyeri kepala, nyeri karena artritis, neoplasma, infeksi, kelainan degeneratif, kelainan endokrin (diabetes melitus, hipertiroid), kelainan jantung (gagal jantung), arteriosklerosis dan kelainan neurologis.  Kelainan medik umum ini sering didapat pada usia tua.  Keluhan tidur yang dapat timbul berupa kesulitan untuk tertidur, sering terbangun malam hari dan keluhan lainnya.2,11

GANGGUAN TIDUR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN MENTAL/PSIKIATRIK LAIN
 Pada depresi berat dapat dijumpai latensi REM yang pendek, menurunnya tidur stadium 4 dan kehilangan waktu tidur total.  Onset tidur relatif normal, tapi sering terbangun lebih awal di pagi hari dan sulit tidur kembali. Pada anxietas terjadi perpanjangan latensi tidur, tidur gelisah disertai mimpi yang menakutkan dan serangan panik muncul selama tidur itu sendiri. Pada psikosis dapat dijumpai insomnia atau mengantuk yang berlebihan.  Pasien mungkin menunjukkan perpanjangan latensi tidur, pengurangan tidur delta, latensi REM yang pendek. Kondisi demensia dan delirium ditandai oleh peningkatan durasi dan frekuensi terjaga malam hari, peningkatan tidur stadium 1, berkurangnya gelombang lambat (stadium 3 dan 4) dan tidur REM, mengantuk berlebihan di luar masa tidur dan sering serangan tidur sejenak.
2,
PENATALAKSANAAN
 Setelah penegakkan diagnosis gangguan tidur, penatalaksanaan sedapat mungkin mengarah pada kelainan yang mendasarinya dengan mengingat bahwa pada usia lanjut seringkali lebih dari 1 faktor kausal yang saling berinteraksi.  Beberapa penelitian menunjukkan kesulitan tidur dan seringnya terbangun malam hari berhubungan dengan meningkatnya umur, tingkat kesehatan yang buruk, depresi, angina, aktivitas harian (ADL) yang terbatas dan penggunaan benzodiazepin dan hipnotik yang tak teratur. Pengobatan usia lanjut juga meliputi pengobatan medikamentosa dan nonmedikamentosa.
Pengobatan medikamentosa perlu mempertimbangkan banyak faktor, antara lain bahwa pasien mungkin pernah mendapatkan resep obat bervariasi, kemungkinan dapat terjadi interaksi obat yang membahayakan dan pengobatan itu sendiri dapat menyebabkan gangguan tidur. Perlu dipertimbangkan bahwa pasien lanjut usia memiliki laju metabolisme dan ekskresi yang kurang efektif, sering mengalami efek farmakologis yang berkepanjangan (seperti mual, sedasi, gangguan kognitif, gangguan perilaku, psikomotor, dll). Karena itu dianjurkan penggunaan medikamentosa dosis rendah, waktu kerja singkat dan secara reguler diamati efek samping obat. Tujuan pengobatan adalah meningkatkan efektivitas tidur malam hari dengan tetap berfungsi baik di siang hari.  Berbagai penelitian mengatakan penggunaan antidepresan lebih efektif daripada golongan hipnotik sedatif. Pengobatan nonmedikamentosa penting didahulukan pada pasien lanjut usia dengan melatih pasien mengubah pola hidup, pola tidur yang sehat, pola makan serta keterlibatan keluarga/perawat/orang-orang lain sekitar pasien. Jenis terapi nonmedikamentosa yang dikenal antara lain: 2
a.Tidur sehat universal.  Dalam hal ini melatih pasien untuk memiliki kebiasaan tidur yang sehat, teratur.  Ruangan tidur harus tenang, gelap (saat malam), hangat, menghindari kebiasaan berbaring sebelum waktu tidur, menghindari aktivitas berlebihan sebelum tidur, jangan makan makanan kecil sebelum lapar atau jam makan, jangan nonton televisi di kamar tidur, hindari konsumsi obat tidur berkepanjangan, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya.
b.Terapi stimulus kontrol, tujuannya untuk mengatasi kesulitan memulai tidur.  Cara yang dianjurkan a.l. : pergi ke tempat tidur hanya saat ingin tidur, tempat tidur hanya untuk tidur.  Jangan nonton televisi, membaca, makan, berbicara di telepon di tempat tidur.  Setelah di tempat tidur jangan sering melihat jam, sering bangun atau pergi ke kamar lain atau melakukan sesuatu yang menghambat kantuk, jam awal tidur yang tepat dan usahakan bangun pagi saat yang tepat.
c.Terapi restriksi tidur: mengurangi waktu di tempat tidur dapat menolong konsolidasi tidur pasien. 
Misal pasien hanya dapat tidur 5 jam dari total 8 jam berbaring, maka waktu untuk berbaring dikurangi.  Dianjurkan mengurangi waktu tidur tak lebih dari 4 jam perhari.  Tidur diluar jam tidur harus dihindari.
d.Terapi relaksasi dan biofeedback, antara lain hipnosis diri, relaksasi progresif, latihan pernafasan dalam efektif untuk relaksasi. Biofeedback memberikan stimulus fisiologik untuk relaksasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar