Entri Populer

Selasa, 30 November 2010

Aspek-aspek perkembangan anak

1.       Perkembangan Fisik (Motorik)
Perkembangan fisik (motorik) merupakan proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak.

Perkembangan fisik (motorik) meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus.
o        Perkembangan motorik kasar
Kemampuan anak untuk duduk, berlari, dan melompat termasuk contoh perkembangan motorik kasar. Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak untuk melakukan gerakan tubuh.

Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh proses kematangan anak. Karena proses kematangan setiap anak berbeda, maka laju perkembangan seorang anak bisa saja berbeda dengan anak lainnya.
o        Perkembangan motorik halus
Adapun perkembangan motorik halus merupakan perkembangan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau sebagian anggota tubuh tertentu.

Perkembangan pada aspek ini dipengaruhi oleh kesempatan anak untuk belajar dan berlatih. Kemampuan menulis, menggunting, dan menyusun balok termasuk contoh gerakan motorik halus.
2.       Perkembangan Emosi
Perkembangan pada aspek ini meliputi kemampuan anak untuk mencintai; merasa nyaman, berani, gembira, takut, dan marah; serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Pada aspek ini, anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orangtua dan orang-orang di sekitarnya.

Emosi yang berkembang akan sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya. Misalnya, jika anak mendapatkan curahan kasih sayang, mereka akan belajar untuk menyayangi.
3.       Perkembangan Kognitif
Pada aspek koginitif, perkembangan anak nampak pada kemampuannya dalam menerima, mengolah, dan memahami informasi-informasi yang sampai kepadanya. Kemampuan kognitif berkaitan dengan perkembangan berbahasa (bahasa lisan maupun isyarat), memahami kata, dan berbicara.
4.       Perkembangan Psikososial
Aspek psikososial berkaitan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa dan bermain bersama teman-teman sebayanya.

Dengan mengetahui aspek-aspek perkembangan anak, orangtua dan pendidik bisa merancang dan memberikan rangsangan serta latihan agar keempat aspek tersebut berkembang secara seimbang.

Rangsangan atau latihan tidak bisa terfokus hanya pada satu atau sebagian aspek. Tentunya, rangsangan dan latihan tersebut diberikan dengan tetap memerhatikan kesiapan anak, bukan dengan paksaan.
Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tumbuh kembang anak antara lain:
FAKTOR DALAM
·         Ras/etnik atau bangsa : Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia tidak memilki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya
·         Keluarga: Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek, gemuk atau kurus
·         Umur : Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah masa prenatal, tahun pertama kehidupan dan masa remaja.

·         Jenis kelamin : fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada laki-laki.. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat
·         Genetik : adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak seperti kerdil.
·         Kelainan kromosom : Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhanseperti pada sindroma Down's dan sindroma Turner's.
FAKTOR LUAR
Faktor prenatal
·         Gizi : Nutrisi ibu hamil terutama dalam trisemester akhir kehamilan akan mempengaruhipertumbuhan janin
·         Mekanis : Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kongenital seperti club foot
·         Toksi/zat kimia :beberapa obat-obatan dapat menyebabkan kelainan kongenital.
·         Radiasi Paparan radium dan sinar rontgen dapat kelainan pada janin seperti deformitas anggota gerak
·         Infeksi : Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh virus TORCH dapat menyebabkan kalainan pada janin, katarak, bisu tuli, retasdasi mental dam kelainan jantung.
·         Kelainan imunologi : Adanya perbedaan golongan darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibodi terhadap sel darah merah janin, kemudian melalui plasenta masuk dalam peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan kerusakan jaringan otak
·         Psikologi ibu : Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakukan salah/kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain
 FAKTOR PERSALINAN
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat menyebabkan keruskaan jaringan otak
 FAKTOR PASCASALIN
·         Gizi : untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat
·         Penyakit kronis/kelainan kongenital : tuberkolosis, anemia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani
·         Lingkukan fisis dan kimia : Lingkungan sebagai tempat anak hidup berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak. Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu mempunya dampak yang negatif terhadap pertumbuhan anak.
 PSIKOLOGIS
Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertetkan, akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya
 SOSIO-EKONOMI
Kemisikinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, akan menghambat pertumbuhan anak.

LINGKUNGAN PENGASUHAN
Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu anak sangat mempengaruhi tumbuh kembang anakRead more: Faktor Perkembangan Anak





October 22, 2009 · Posted in Kesehatan · Comment 
Keterampilan motorik anak Usia 3-4 tahun


Motorik kasar:
  1. Mengambil benda kecil diatas nampan tanpa menjatuhkan
  2. Menangkap bola besar dengan tangan lurus kedepan
  3. Memanfaatkan bahu dan siku pada sat melempar bola hingga 3 meter
  4. Berdiri dengan satu kaki selama 5 detik
  5. Berdiri dengan kedua tumit dirapatkandan tangan disamping , tanpa kehilangan keseimbangan
  6. Berjalan menyusuri papan dengan menempatkan satu kaki di depan kai yang lain
  7. melompat sejauh 1 meter atau lebih dari posisi berdiri semula
  8. melompat dengan satu kaki
  9. Mengendarai sepeda roda tiga dengan melalui tikungan yang lebar
Motorik Halus
  1. menggunting ketas menjadi dua bagian
  2. menggambar linkaran tetapi masih belum teratur
  3. Jika di beri gambar kepala dan badan manusia yang belum lengkap, anak akn mampu menambahkan paling tidak 2 bagian tubuh.
  4. mencuci dan mengelap tangan sendiri
  5. mengaduk cairan dengan menggunakan sendok
  6. menuang air dari teko kecilke gelas /cangkir tanpa tumpah
  7. membawa sesuatu menggunakan penjepit
  8. memegang sendok garpu dengan cara menggenggam
  9. membuka kancing baju dan melepas ikatan tali sepatu






Keterampilan motorik anak USIA 4-5 tahun





Motorik kasar
  1. Menyentuh jari kaki tanpa menekuk lutut
  2. berdiri jinjit dengna tangan di pinggang
  3. mengayuh satu kai ke depanatau ke belakang tanpa kehilangan keseimbangan.
  4. berjalan pada garis yang sudah dibuat
  5. Melompat dengan satu kaki secara bergantian: salah satu kaki kedepan dan kaki lainnya ke belakang atau sebaliknya atau melompat, lalu bertumpu pada salah satu kai selama 3 detik dan sebalinya secara bergantian
  6. berlari langsung menendang bola
  7. melambungkan bola tennis dengan satu tangan lau menangkapnya dengan dua tangan
Motorik Halus
  1. memasukan surat keamplop
  2. membentuk berbagai obyek dengan tanah liat atau lilin malam
  3. mencuci tangan dan mengeringkannyatanpa bantuan.
  4. mencuci wajah dan mengeringkannya tanpa bantuan dan tanpa membasahi baju
  5. memasukan ke lubang jarum
  6. berlari langsung menendang bola

Water Seal Drainage


Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga pleura)
TUJUANNYA :
• Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut
• Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrican.
Perubahan Tekanan Rongga Pleura
Tekanan               Istirahat         Inspirasi            Ekspirasi
Atmosfir                   760                   760                    760
Intrapulmoner        760                   757                     763
Intrapleural             756                   750                     756
INDIKASI PEMASANGAN WSD :
• Hemotoraks, efusi pleura
• Pneumotoraks ( > 25 % )
• Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
• Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
KONTRA INDIKASI PEMASANGAN :
• Infeksi pada tempat pemasangan
• Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.

CARA PEMASANGAN WSD
1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea aksillaris anterior dan media.
2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus interkostalis.
4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru.
5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan menggunakan Kelly forceps
6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding dada
7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.
ADA BEBERAPA MACAM WSD :
1. WSD dengan satu botol
• Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana
• Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol penampung.
• Drainage berdasarkan adanya grafitasi.
• Umumnya digunakan pada pneumotoraks
2. WSD dengan dua botol
• Botol pertama sebagai penampung / drainase
• Botol kedua sebagai water seal
• Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.
• Dapat dihubungkan sengan suction control
3. WSD dengan 3 botol
• Botol pertama sebagai penampung / drainase
• Botol kedua sebagai water seal
• Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan manometer.

untuk mu ibu

ku rindu akan hadir mu kembali
ingin ku sekali memeluk mu pada saat dulu
kelembutan kasih sayang mu
untaian kata2 yang lembut

ku ingin sekali tuk memeluk mu
hagat nya kasih sayang mu
semua yang kau berikan pada ku
semoga akan terbalas dengan kebahagian

Beberapa Masalah dan Gangguan yang Sering Terjadi pada Lansia


A. Demensia

Demensia adalah suatu gangguan intelektual / daya ingat yang umumnya progresif dan ireversibel. Biasanya ini sering terjadi pada orang yang berusia > 65 tahun.
Di Indonesia sering menganggap bahwa demensia ini merupakan gejala yang normal pada setiap orang tua. Namun kenyataan bahwa suatu anggapan atau persepsi yang salah bahwa setiap orang tua mengalami gangguan atau penurunan daya ingat adalah suatu proses yang normal saja. Anggapan ini harus dihilangkan dari pandangan masyarakat kita yang salah.

Faktor  resiko yang sering menyebabkan lanjut usia terkena demensia adalah : usia, riwayat keluarga, jenis kelamin perempuan. Demensia merupakan suatu penyakit degeneratif primer pada susunan sistem saraf pusat dan merupakan penyakit vaskuler.

Kriteria derajat demensia :
  • Ringan : walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan aktivitas sosial, kapasitas untuk hidup mandiri tetap dengan higiene personal cukup dan penilaian umum yang baik.
  • Sedang : hidup mandiri berbahaya diperlukan berbagai tingkat suportivitas.
  • Berat : aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu sehingga tidak berkesinambungan, inkoherensi.

Terdapat 7 jenis demensia yang sering terjadi pada lansia, yaitu :
1. Demensia Tipe Alzheimer
2. Demensia Vaskuler
3. Demensia Pick
4. Demensia Penyakit Creutzfeldt – Jacob
5. Demensia karena Penyakit Huntington
6.  Demensia karena Hidrosefalus Tekanan Normal
7. Demensia karena Penyakit Parkinson

B. Depresi

Gangguan depresi merupakan hal yang terpenting dalam problem lansia. Usia bukan merupakan faktor untuk menjadi depresi tetapi suatu keadaan penyakit medis kronis dan masalah-masalah yang dihadapi lansia yang membuat mereka depresi. Gejala depresi pada lansia dengan orang dewasa muda berbeda dimana pada lansia terdapat keluhan somatik.

Gejala depresi pada lansia, yaitu :
Gejala utama :
- Afek depresi
- Kehilangan minat
- Berkurangnya energi (mudah lelah)

Gejala lain :
- Konsentrasi dan perhatian berkurang
- Kurang percaya diri
- Sering merasa bersalah
- Pesimis
- Ide bunuh diri
- Gangguan pada tidur
- Gangguan nafsu makan

Berdasarkan gejala di atas, depresi pada lansia dapat dibedakan beberapa bentuk berdasarkan berat ringannya :
  • Depresi ringan : 2 gejala utama + 2 gejala lain+ aktivitas tidak terganggu.
  • Depresi sedang : 2 gejala utama + 3 gejala lain+ aktivitas agak terganggu.
  • Depresi berat : 3 gejala utama + 4 gejala lain+ aktivitas sangat terganggu.

Penyebab terjadinya depresi merupakan gabungan antara faktor-faktor psikologik, sosial dan biologik.

  • Biologik  : sel saraf yang rusak, faktor genetik, penyakit kronis seperti hipertensi, DM, stroke, keterbatasan gerak, gangguan pendengaran / penglihatan.
  • Sosial      : kurang interaksi sosial, kemiskinan, kesedihan, kesepian, isolasi sosial.
  • Psikologis : kurang percaya diri, gaul, akrab, konflik yang tidak terselesai.

C. Skizofrenia

Skizofrenia biasanya dimulai pada masa remaja akhir / dewasa muda dan menetap seumur hidup. Wanita lebih sering menderita skizofrenia lambat dibanding pria. Perbedaan onset lambat dengan awal adalah adanya skizofrenia paranoid pada tipe onset lambat.

Sekurang-kurangnya satu gejala berikut :
1. Thought echo, insertion, broadcasting.
2. Delution of control, influence, passivity, perseption
3. Halusinasi auditorik
4. Waham yang menetap

Paling sedikit 2 gejala berikut :
1. Halusinasi panca indera yang menetap
2. Arus pikir yang terputus
3. Perilaku katatonik
4. Gejala negatif

Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih.
Terapi dapat diberikan obat anti psikotik seperti haloperidol, chlorpromazine, dengan pemberian dosis yang lebih kecil.

D. Gangguan Delusi

Onset usia pada gangguan delusi adalah 40 – 55 tahun, tetapi dapat terjadi kapan saja. Pada gangguan delusi terdapat waham yang tersering yaitu : waham kejar dan waham somatik.

Pencetus terjadinya gangguan delusi adalah :
- Kematian pasangan
- Isolasi sosial
- Finansial yang tidak baik
- Penyakit medis
- Kecacatan
- Gangguan pengelihatan / pendengaran

Pada gangguan delusi terdapat jenis lain yang onset lambat yang dikenal sebagai parafrenia yang timbul selama beberapa tahun dan tidak disertai demensia. Terapi yang dapat diberikan yaitu : psikoterapi yang dikombinasi dengan farmakoterapi.

E. Gangguan Kecemasan

Gangguan kecemasan adalah berupa gangguan panik, fobia, gangguan obsesif konfulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, gangguan stres pasca traumatik. Onset awal gangguan panik pada lansia adalah jarang, tetapi dapat terjadi. Tanda dan gejala fobia pada lansia kurang serius daripada dewasa muda, tetapi efeknya sama, jika tidak lebih, menimbulkan debilitasi pada pasien lanjut usia. Teori eksistensial menjelaskan kecemasan tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasi secara spesifik bagi perasaan yang cemas secara kronis.

Kecemasan yang tersering pada lansia adalah tentang kematiannya. Orang mungkin menghadapi pikiran kematian dengan rasa putus asa dan kecemasan, bukan dengan ketenangan hati dan rasa integritas (“Erik Erikson”). Kerapuhan sistem saraf anotomik yang berperan dalam perkembangan kecemasan setelah suatu stressor yang berat.

Gangguan stres lebih sering pada lansia terutama jenis stres pasca traumatik karena pada lansia akan mudah terbentuk suatu cacat fisik. Terapi dapat disesuaikan secara individu tergantung beratnya dan dapat diberikan obat anti anxietas seperti : hydroxyzine, Buspirone.

F. Gangguan Somatiform

Gangguan somatiform ditandai oleh gejala yang sering ditemukan apada pasien > 60 tahun. Gangguan biasanya kronis dan prognosis adalah berhati-hati. Untuk mententramkan pasien perlu dilakukan pemeriksaan fisik ulang sehingga ia yakin bahwa mereka tidak memliki penyakit yang mematikan.Terapi pada gangguan ini adalah dengan pendekatan psikologis dan farmakologis.

G. Gangguan penggunaan Alkohol dan Zat lain

Riwayat minum / ketergantungan alkohol biasanya memberikan riwayat minum berlebihan yang dimulai pada masa remaja / dewasa. Mereka biasanya memiliki penyakit hati. Sejumlah besar lansia dengan riwayat penggunaan alkohol terdapat penyakit demensia yang kronis seperti ensefalopati wernicke dan sindroma korsakoff.

Presentasi klinis pada lansia termasuk terjatuh, konfusi, higienis pribadi yang buruk, malnutrisi dan efek pemaparan. Zat yang dijual bebas seperti kafein dan nikotin sering disalah gunakan. Di sini harus diperhatikan adanya gangguan gastrointestiral kronis pada lansia pengguna alkohol maupun tidak obat-obat sehingga tidak terjadi suatu penyakit medik.

H. Gangguan Tidur

Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering berhubungan dengan peningkatan prevalensi gangguan tidur. Fenomena yang sering dikeluhkan lansia daripada usia dewasa muda adalah :
  • Gangguan tidur,
  • Ngantuk siang hari,
  • Tidur sejenak di siang hari,
  • Pemakaian obat hipnotik.

Secara klinis, lansia memiliki gangguan pernafasan yang berhubungan dengan tidur dan gangguan pergerakan akibat medikasi yang lebih tinggi dibanding dewasa muda. Disamping perubahan sistem regulasi dan fisiologis, penyebab gangguan tidur primer pada lansia adalah insomnia. Selain itu gangguan mental lain, kondisi medis umum, faktor sosial dan lingkungan. Ganguan tersering pada lansia pria adalah gangguan rapid eye movement (REM). Hal yang menyebabkan gangguan tidur juga termasuk adanya gejala nyeri, nokturia, sesak napas, nyeri perut.

Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak terbangun pada dini hari dibandingkan dengan gangguan dalam tidur. Perburukan yang terjadi adalah perubahan waktu dan konsolidasi yang menyebabkan gangguan pada kualitas tidur pada lansia.

Terapi dapat diberikan obat hipnotik sedatif dengan dosis yang sesuai dengan kondisi masing-masing lansia dengan tidak lupa untuk memantau adanya gejala fungsi kognitif, perilaku, psikomotor, gangguan daya ingat, insomnia rebound dan gaya jalan.

Senin, 29 November 2010

Demensia Masih Bisa Disembuhkan


Demensia Masih Bisa Disembuhkan

  • Oleh Dwi Pudjonarkohttp://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/01/21/96004/Demensia-Masih-Bisa-Disembuhkan
Demensia atau yang lebih dikenal masyarakat sebagai pikun sering dianggap proses yang normal pada orang tua, karena merupakan proses penuaan.

Pada kenyataannya sebagian besar demensia ini dapat dicegah atau diobati karena bersifat reversible atau potensial reversible bila terdeteksi dini dan dilakukan penatalaksanaan yang tepat.

Artikel ini akan membahas Demensia Vaskuler yang merupakan 50% jenis Demensia dikawasan Asia.

MAKIN lama usia harapan hidup (life expectancy) makin meningkat. Tahun 1990 usia harapan hidup 59,8 tahun, dengan kelompok usia lanjut ( lansia) 5,5%. Tahun 2000, usia harapan hidup 65 tahun, dengan kelompok lansia 7,28 %.

Sedangkan tahun 2020 usia harapan hidup diperkirakan 71,1 tahun dengan  kelompok lansia 11,34 % (diperkirakan berjumlah sebanyak 28 juta jiwa), ini merupakan peringkat tertinggi keempat setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India dan Amerika Latin. Dari kelompok lansia tersebut 15 % adalah penderita demensia.

Dengan demikiaan dapat dimengerti bahwa meningkatnya usia harapan hidup akan meningkatkan pula populasi demensia.

Pengaruh lain dari meningkatnya usia harapan hidup adalah meningkat pula penyakit kardiovakuler antara lain stroke yang  meningkat pada usia 65 tahun dan telah diketahui/disepakati sebagai penyebab demensia vaskuler.

Lansia selain mengalami kemunduran fisik juga sering mengalami kemunduran fungsi intelektual. Demensia yang dikenal sebagai pikun adalah suatu kemunduran intelektual berat dan progresif yang akan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas harian seseorang.

Demensia dapat disebabkan oleh berbagai sebab, antara lain oleh penyakit yang menyangkut kesehatan umum seperti penyakit jantung, paru, ginjal, gangguan darah, infeksi, gangguan nutrisi, berbagai keadaan keracunan serta kelainan otak primer seperti stroke, infeksi dan proses degenerasi.

Sebagian besar demensia ini bersifat reversible atau potensial reversible bila terdeteksi dini, dengan kata lain dapat sembuh bila dilakukan penatalaksanaan yang tepat sebelum terlambat.

Atas dasar neuropatologi, demensia dibedakan menjadi dua kelompok ialah vaskuler (misalnya Demensia pasca stroke) dan demensia nonvaskuler (misalnya Demensia Alzheimer’s). Namun dalam beberapa hal masih sulit dibedakan terutama pada aspek faktor penyebab, gejala klinis, maupun penanganannya karena sering terjadi keadaan yang tumpang tindih.

Kesulitan tersebut dibuktikan bahwa ternyata  20-30% demensia Alzheimer’s juga mempunyai faktor risiko vaskuler (gangguan yang diakibatkan adanya masalah pembuluh darah) umum misal hipertensi/ darah tinggi, kadar kolesterol dan homosistein yang tinggi secara bersamaan.

Bila dibanding dengan demensia Alzheimer’s (DA) maupun demensia jenis lain (demensia Lewy bodies) maka demensia Vaskuler (DVa) menempati urutan kedua (15- 20 %).

Angka ini sangat bervariasi karena di Amerika dan Eropa DVa adalah 20-30 %, sedangkan di Asia justru  50% adalah DVa  dan apabila dilihat  dari etiologinya Demensia Pasca Stroke merupakan 15-30% dari demensia vaskuler.
Faktor Risiko Usia lanjut ditambah riwayat stroke sebelumnya, pendidikan rendah dan penyakit alzheimer asimtomatik secara konsisten meningkatkan risiko demensia pasca stroke. Penelitian 10 tahun terakhir menunjukan bahwa prevalensi demensia hampir 5% pada populasi usia di atas 65 tahun dan menunjukan peningkatan yang kuat sesuai bertambahnya usia, meningkat 14% pada usia 65-69 tahun dan  24% - 50 % pada usia  85 tahun ke atas. Peneliti lain mendapatkan risiko kumulatif setelah 3 tahun adalah 30%.

Telah disepakati hipertensi sebagai faktor risiko terhadap stroke dan penyakit jantung koroner. Juga telah terbukti pula bahwa pengobatan hipertensi pada usia lanjut dapat menurunkan secara bermakna angka kejadian stroke dan kematian kardiovaskuler. Pada tahun terakhir ini telah diketahui pula bahwa demensia dan penurunan fungsi kognitif juga bertambah sebagai akibat dari hipertensi..

Pada salah satu penelitian yang membandingkan antara 40 penderita stroke demensia dini dengan 31 penderita stroke non demensia menyimpulkan bahwa ternyata hipertensi terdapat paling sering  pada penderita dengan demensia.

Hasil-hasil penelitian lain menunjukkan bahwa kemungkinan terjadi demensia pada:

Usia di atas  75 tahun adalah 2,5 kali lebih besar bila dibandingkan dengan usia yang lebih muda; Etnis Asia, Caribia atau Afrika 1.9ñ3.4 kali lebih besar dibandingkan dengan etnis lain;

kelainan di belahan otak kiri 1,6 kali lebih besar daripada kanan; kelainan lapangan pandang 2 kali lebih besar daripada yang lapangan pandangnya normal dan pada inkontinensia urine (gangguan kencing) 4,8 kali lebih besar dibanding yang tak mengalami kelainan.

Balita


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai Balita merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita dimulai dari dua sampai dengan lima tahun,atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 24-60 bulan. Periode usia ini disebut juga sebagai usia prasekolah.

Ciri khas perkembangan balita

[sunting] Perkembangan fisik

  • Pertambahan berat badan menurun, terutama diawal balita. Hal ini terjadi karena balita memnggunakan banyak energi untuk bergerak.

[sunting] Perkembangan psikologis

[sunting] Psikomotor

Terjadi perubahan yang cukup drastis dari kemampuan psikomotor balita yang mulai terampil dalam pergerakannya (lokomotion). Mulai melatih kemampuan motorik kasar misalnya berlari, memanjat, melompat, berguling, berjinjit, menggenggam, melempar yang berguna untuk mengelola keseimbangan tubuh dan mempertahankan rentang atensi.
Pada akhir periode balita kemampuan motorik halus anak juga mulai terlatih seperti meronce, menulis, menggambar, menggunakan gerakan pincer yaitu memegang benda dengan hanya menggunakan jari telunjuk dan ibu jari seperti memegang alat tulis atau mencubit serta memegang sendok dan menyuapkan makanan kemulutnya, mengikat tali sepatu.

[sunting] Aturan

Pada masa balita adalah saatnya dilakukan latihan mengendalikan diri atau biasa disebut sebagai toilet training. Freud mengatakan bahwa pada usia ini individu mulai berlatih untuk mengikuti aturan melalui proses penahanan keinginan untuk membuang kotoran.

[sunting] Kognitif

  • Pada periode usia ini pemahaman terhadap obyek telah lebih ajeg. Balita memahami bahwa obyek yang diaembunyikan masih tetap ada, dan akan mengetahui keberadaan obyek tersebut jika proses penyembunyian terlihat oleh mereka. Akan tetapi jika prose penghilangan obyek tidak terlihat, balita mengetahui benda tersebut masih ada, namun tidak mengetahui dengan tepat letak obyek tersebut. Balita akan mencari pada tempat terakhir ia melihat obyek tersebut. Oleh karena itu pada permainan sulap sederhana, balita masih kesulitan untuk membuat prediksi tempat persembunyian obyek sulap.
  • Kemampuan bahasa balita bertumbuh dengan pesat. Pada periode awal balita yaitu usia dua tahun kosa kata rata-rata balita adalah 50 kata, pada usia lima tahun telah menjadi diatas 1000 kosa kata. Pada usia tiga tahun balita mulai berbicara dengan kalimat sederhana berisi tiga kata dan mulai mempelajari tata bahasa dari bahasa ibunya.
    contoh kalimat
    Usia 24 bulan: "Haus, minum"
    Usia 36 bulan:"Aku haus minta minum"

[sunting] Sosial dan individu

Pada periode usia ini balita mulai belajar berinteraksi dengan lingkungan sosial diluar keluarga, pada awal masa balita, bermain bersama berarti bersama-sama berada pada suatu tempat dengan sebaya, namun tidak bersama-sama dalam satu permainan interaktif. Pada akhir masa balita, bermain bersama berarti melakukan kegiatan bersama-sama dengan melibatkan aturan permainan dan pembagian peran.
Balita mulai memahami dirinya sebagai individu yang memiliki atribut tertentu seperti nama, jenis kelamin, mulai merasa berbeda dengan orang lain dilingkungannya. Mekanisme perkembangan ego yang drastis untuk membedakan dirinya dengan individu lain ditandai oleh kepemilikan yang tinggi terhadap barang pribadi maupun orang signifikannya sehingga pada usia ini balita sulit untuk dapat berbagi dengan orang lain.
Proses pembedaan diri dengan orang lain atau individuasi juga menyebabkan anak pada usia tiga atau empat tahun memasuki periode negativistik sebagai salah satu bentuk latihan untuk mandiri.

[sunting] Pendidikan dan pengembangan

Cara belajar yang dilakukan pada usia prasekolah ini melalui bermain serta rangsang dari lingkungannya, terutama lingkungan rumah. Terdapat pula pendidikan di luar rumah yang melakukan kegiatan belajar lebih terprogram dan terstruktur, walau tidak selamanya lebih baik.

[sunting] Bermain

  • Permainan peran, melatih kemampuan pemahaman sosial
    contoh: permainan sekolah, dokter-dokteran, ruman-rumahan dll
  • Permainan imajinasi melatih kemampuan kreativitas anak
Permainan motorik, melatih kemampuan motorik kasar dan halus.
Motorik Kasar contoh: spider web, permainan palang, permainan keseimbangan dll
Motorik halus: meronce, mewarnai, menyuap

http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/01/perawatan-pasian-usia-lanjut-dengan.html

Proses atau keadaan menjadi tua merupakan fenomena perkembangan manusia yang alamiah, di mana secara berangsur angsur menjadi kemunduran dari kapasitas mental, berkurangnya minat sosial dan menurunnya aktifitas fisik. Serupa dengan masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa menjadi tua adalah hal yang normal yang disertai dengan problema yang khusus pula. Tekanan hidup yang beraneka ragam yang terdapat dalam masyarakat ikut membentuk keadaan yang istimewa atau khusus ini pada usia lanjut.
Apa usia lanjut itu? Kapan dan usia berapa seseorang dikatakan tua atau lanjut usia? Sukar manjawab dengan tepat karena perjalanan menjadi tua sangat berbeda pada tiap individu, pada suatu individu proses manjadi tua pada organ tubuhpun tidak sama terjadinya, sehingga adakalanya orang masih muda, tapi tanda-tanda tua sudah tampak padanya. Sebaliknya orang yang sudah mancapai usia 80 tahun adakalanya masih menunjukan vitalitas seperti orang muda. Pada seseorang jantungnya lebih dulu mengalami kerewelan, yang lain ginjalnya, yang lain otaknya dan sebagaiya. Maka dapatlah dikatakan umur kronologik tidak identik dengan umur biologik, hanya kadang-kadang keduanya tampak bersamaan. Belum ada umur yang pasti dalam penetapan usia lanjut karena pada umumnya banyak pendapat bahwa menua adalaha suatu proses fisiologik yang berlangsung perlahan-lahan dan efeknya berlainan pada tiap individu, sehingga sulit ditetapkan batas usia yang pasti untuk geriatri.
Banyak teori yang telah dianjurkan untuk mencoba menerangkan tentang perubahan fisiologik pada usia lanjut hanya menunjukan manifestasi dari proses menjadi tua, tetapi bukan penyebab dari proses menua itu. Karena perubahan jasmani yang khas pada sebagian besar usia lanjut, penyesuaian tertentu diperlihatkan pula dalam pola hidup mereka.

Havighurst menyatakan hal yang berikut ini sebagai tuntutan perkembangan kematangan usia lanjut.
1. Penyesuaian diri pada ketahanan dan kesehatan fisik yang berkurang,
2. Penyesuaian diri dengan kematian istri atau suami,
3. Penyesuaian diri dengan masa pensiun dan berkurangnya pendapatan,
4. Menjalin hubungan yang lebih berarti dengan kelompok umur yang sama,
5. Kemampuan memenuhi kewajiban sosial dan kewarganegaraan,
6. Pengadaan pola hidup yang memuaskan.
Usia lanjut ditandai dengan adanya perubahan fisik dan perubahan mental, perubahan fisik yang konsisten dengan usia lanjut antara lain adalah :
a. Pendengaran berkurang sampai menjadi tuli
b. Penglihatan menjadi kabur karena pembentukan katarak
c. Gigi satu persatu tanggal
d. Kulit tampak keriput karena tidak elastis lagi dan kering
e. Sendi-sendi sudah kurang fleksibel dan kaku, terjadi perubahan osteoartritik
f. Otot-otot mengendor dan lemah
g. Daya pengecapan dan penciuman berkurang
h. Seringkali ada tremor
i. Perubahan fungsi organ internal, misalnya penyakitjantung, hipertensi dan diabetes.
Perubahan mental menyangkut bidang intelegensi (Intelek) dan emosi berbeda pada masing-masing individu.
Bidang Intelek :
a. Sering lupa tentang peristiwa yang baru saja terjadi
b. Tidak dapat berfikir cepat dan terang
c. Daya konsentrasi menurun
d. Disorientasi tempat, waktu dan orang (tidak mampu mengenal orang yang dekat dengannya)
e. Daya menimbang dan menilai(judgement) menurun
Bidang Emosi :
a. Cendering untuk menyendiri, sifat gotong royong menurun, tiap orang sibuk dengan urusannya sendiri.
b. Pesimistik, takut sakit, ada fikiran bahwa permulaan dari suatu penyakit merupakanawal dari suatu akhir, melankolik.
c. Kaku, terikat dengan tata cara lama, menolak ide baru, tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan dalam hidup rutinnya ; kepala batu, tidak mau mendengarkan perkataan orang lain; suka menentang.
d. Mempunyai sifat seperti anak kecil
e. Mudah iri hati, mudah curiga, mudah merasa dibelakangi, mudah tersinggung, merasa cemas yang berlebihan. Mudah timbul kemarahan dan pertengkaran, bermusuhan terhadap orang lain, seringkali keluarga dekat.
f. Kadang-kadang keinginan erotik datang kembali, kadang-kadang berusaha untuk mengadakan hubungan seks dengan anak muda; ini merupakan usaha-usaha untuk meyakinkan diri dengan kemampuannya.
g. Tidak berbicara dengan suara keras dan kalau tertawa tidak terbahak-bahak.
Semua perubahan tersebut di atas adalah normal dan terjadi karena bertambahnya usia disertai dengan kemunduran jasmani, sensibilitas dan energi.
A. BENTUK PSIKOSA PADA USIA LANJUT
Tidak ada suatu bentuk yang dikatakan khas, karena ada bentuk yang bervariasi dalam gejala. Perlu diingat jika seseorang menjadi tua dan menderita gangguan jiwa maka maka ia akan membawa dalam penyakit tersebut semua sifat waktu silamnya yang terlihat lebih menonjol.
Pada orang usia lanjut perubahan patologik bersifat permanen dengan disertai memburuknya kondisi badan disebut “SENIL” atau yang sudah amat kita kenal yaitu “ deminsia senilis”. Seseorang yang menderita deminsia mengalami kemunduran mental yang irreversibel dan progresif, terutama daya ingat dan intelegensia akibat kerusakan jaringan otak. Pada permulaan pasian akan kehilangan daya ingat mengenai peristiwa yang baru saja terjadi, misalnya apakah ia sudah makan atau belum. Kemudian setelah agak lama peristiwa lamapun dilupakan pula.
Ada dua macam keadaan senil :
1. Demensia senilia : terjadi sesudah umur 60 tahun dengan kelianan otak terbatas pada atrofi oleh karena proses tua.
2. Demensia Prasenilis : terjadi sebelum 60 tahun akibat atrifi jaringan otak sebagian maupun menyeluruh. Keadaan ini mencakup penyakit alzheimer, Pick dan Jakob Greutzfeldt.
Kecuali ini dikenal pula Paranoia Involutif, depresi dan keadaan delerium seperti maniakal dan paranoia. Kadang-kadang juga terdapat suatu kelainan psikosa organik, ialah gangguan jiwa yang disebabkan oleh kelainan faktor jasmaniah yang mempengaruhi susunan system syaraf pusat/ otak. Hal ini biasanya bersifat sementara karena disebabkan dehydrasi, uremia, gangguan perdarahan dengan atau tanpa gangguan pembukuh darah otak (renjatan pasca rudapaksa otak dan tumor otak).
B. PERANAN PERAWAT DALAM PERAWATAN PASIEN USIA LANJUT
Dengan makin bertambahnya orang dengan usia diatas 60 tahun di masyarakat, karena meningkatnya keadaan kesehatan masyarakat, maka masyarakat dihadapkan pada hal yang membingungkan dalam merawat orang usia lanjut dalam jumlah yang besar sewaktu mereka menderita gangguan jiwa.
Perawat harus ikut bertanggung jawab dalam merawat pasien usia lanjut agar mereka dapat menjadi orang yang bahagia, sehat jasmani dan dapat bekerja sedapat mungkin serta selama mungkin dalam batas-batas kemampuan mereka secara konstruktif. Perawat hendaknya mampu melakukan hubungan antar pribadi yang memuaskan dengan pasien. Mereka membutuhkan toleransi dan keramah tamahan, perawat hendaknya mampu untuk mempermudah penyesuaian diri mereka di bangsal.
Prinsip perawatan pasien usila membahagiakan dan menyembuhkan mereka, perawat yang kerjanya hanya memerintah saja tidak cocok untuk bekerja diruangan ini. sebaiknya perawat yang bekerja disana ramah, suka melucu, dapat menstimulir pasien dalam aktivitas dan dapat membantu memecahkan problemnya diamping serlalu mempunyai waktu untuk pasien. Terlalu memanjakan hanya membuat pasien selalu tergantung pada perawat dan bersifat kekanak-kanakan. Perawat harus hormat kepada pasien. Perawatan pasien usila bukan merupakan perawatan yang mudah dan sederhana, untuk ini dituntut kecermatan, ketelitian dan displin diri sesuai dengan keadaan usia lanjutPerawat yang berhasil merawat pasien usia lanjut, tidak diragukan mempunyai kepribadian yang positif, minat yang tulus, kasih sayang terhadap sesama manusaia , sabar, bijaksana, ramah dan simpatik.
Ia harus mendapat kan kepuasan pribadi dengan menyadari bahwa ia telah membantu memberikan kebahagiaan pada pasiennya tanpa perlu melihat kemajuan yang besar yang didapatkan dari peningkatan keadaan pasien.
C. PERAWATAN INSTITUSIONAL BAGI PASIEN USILA
Orang usia lanjut sangat mudah menjadi bingung karena perubahan yang terjadi di lingkungannya dan karenanya ia akan merasa lebih bahagia, mudah diurus dan disorientasinya akan berkurang jika ia tetap ditempatkan dalam satu suasana yang mudah dikenalinya. Bagaimanapun beberapa individu memperlihatkan problema tingkah laku yang demikian sulitnya sehingga ia mungkin dapat menjadi kecewa dalam satu suasana yang tidak aman seperti di rumahnya sendiri. Mungkin perlu menempatkan mereka dalam satu lembaga dimana mereka diberikan pelayanan perawatan yang lebih teliti dan lebih diperhatikan daripada di rumah. Sayangnya dalam beberapa keadaan satu-satunya lembaga bagi pasien yang demikian adalah rumah sakit jiwa, walaupun biasanya ini merupakan bukan tempat yang ideal bagi pasien usila dengan gangguan jiwa.
Perencanaan yang matang diperlukan untuk mendirikan bangsal yang aman bagi pasien usila yang penglihatannya mungkin sudah kabur, keseimbangan terganggu dan langkahnyapun sudah tidak pasti.
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
• Lantai tidak blh licin
• Keset atau permadani atau tikar kecil jangan dipakai karena pasien akan mudah tersandung dan jatuh.
• Kursi goyang tidak boleh disediakan karena jika pasien duduk di kursi demikian ia akan mudah terjungkir dan jatuh.
• Pegangan di didinding kamar mandi dan kakus perlu disediakan
• Sebaikmya kakus disediakan di dalam ruangan karena pasien usila lebih sering ke kakus, ruangan kakus hendaknya lapang sehingga kursi roda dapat masuk dan mengingat persendian pasien sudah kaku dan berduduk berdiri memerlukan tenaga, sebaiknya kakus berupa kloset.
• Tempat tidue harus rendah sehingga pasien mudah naik turun
• Sediakan kursi roda
• Lingkungan pasien harus menyenangkan, hangat seperti situasi di rumah, ada hiasan dalam ruangan dan dinding. banyak pasien yang senang akan gerakan yang tenang disekitarnya, misalnya ikan dalam aquarium. Sangat ideal jika disekeliling bangsal ada tanaman dengan bangku, dimana pasien dapat duduk santai melihat-lihat bunga pada hari yang cerah. Sebagian pasien tidak mengenal waktu, terutama karena mereka tidak dapat melihat jam, maka sebaiknya disediakan beberapa buah jamlah
TINDAKAN PERAWATAN
1. Komunikasi
Tujuan perawatan pasien usia lanjut ialah untuk mengusahakan agar mereka bahagia dan produktif selama mungkin. Tugas pertama adalah mengusahakan agar mereka senang dan bahagia. Termasuk dalam hal ini antara lain menolong mereka merasakan disayangi, dikasihi, dicintai, diingini dan berguna. Perawat dapat menolong mereka merasakan bahwa mereka diingini ialah dengan memberikan mereka perhatian dan pujian. Perawat juga dapat mengusahakan agar keluarga pasien sering datang berkunjung dan membawa oleh-oleh. Perawat dapat mencarikan teman sebaya bagi mereka dan mengorganisir perkumpulan dan pertemuan, perawat dapat memberikan rasa aman bagi pasien dengan mengatakan bahwa ia dapat tidur ditempat tidur yang tetap, dapat memakai kursi, meja dan tempat lain di ruangan itu sehari-hari. Perawat dapat mengorganisir aktifitas di ruangan sesuai dengan kesenangan pasien. Pasien dapat ditolong merasakan bahwa ia berguna dengan memberinya semangat untuk mengurus dirinya dan barang-barang asal tidak bertentangan dengan pengobatan dan kemampuannya.
Terimalah mereka sebagaimana adanya yaitu mudah tersinggung, lamban, pelupa, jangan ditolak dengan tingkah laku nonverbal walaupun secara verbal ia diterima. Setiap komunikasi akan dipengaruhi oleh gejala yang diperlihatkan dan akan berbeda pada pasien dengan gejala paranoid dan pasien yang kebingungan, tetapi biasanya mudah didekati dan mudah berhubungan dengannya.
2. Perawatan fisik

a. Makanan dan minuman

Makanan harus sederhana, mudah dicerna, lunak, bergizi, dan dihidangkan dalam porsi kecil yang menarik. Porsi makan siang dapat lebih besar. Jika tidak disarankan dokter, paisen tidak perlu banyak makan daging, tetapi lebih banyak memerlukan susu dan sayuran. Mereka memerlukan waktu yang lebih lama untuk makan, mengingat indera pengecap mereka sudah berkurang, berikan kesempatan pada mereka untuk menilih makanannya sendiri jika mungkin.
Sebagian perawat beanggapan adalah tanggungjawabnya untuk menyuapi pasien apabila mereka melihat cara makan pasien yang lambat, usahakan sedapat mungkin agar pasien makan sendiri. Jika perawat menyuapi pasien untuk menjaga agar pasien bersih dan menghemat wakt, maka ia telah membuat satu kesalahan, karena dengan jalan ini ia telah menambah kemunduran pasien dan membuatnya tergantung pada perawat. Usahakan agar pasien sedapat mungkin melakukan apa yang dapat ia lakukan sendiri dalam batas-batas kemampuan fisik dan jiwanya. Dan peting sekali memelihara gigi dan gigi palsu mereka.

b. Tidur

Pasien mungkin susah tidur, sedangkan ia perlu istirahat. Ia harus aktif dan tidak
tidur pada siang hari agar dapat tidur pada malam harinya.
Pemberian susu panas, penggarukan punggung dan duduk dekat pasien akan menenangkan pasien dan membuatnya merasa aman untuk tidur. Kadang-kadang pasien takut tidur, karena takut tidak akan bangun lagi besoknya. Dengan duduk disampingnya, berbicara dan memperlihatkan minat padanya akan dapat menolongnya. Hindarkan agar pasien tidak selalu berbaring di tempat tidur karena dapat mengakibatkan :
1. Osteoprorsis dan akhirnya dapat menimbulkan batu ginjal dan batu kandung kemih. Keluhan pada osteoprosis umumnya sakit di pinggang, rasa sakit di punggung, ini menyebabkan pasien berbaring terus.
2. Spitsvoet ; Spitsvoet terjadi akibat sendi pergelangan kaki tidak dilatih, hal ini dapat dihindarkan dengan melatih jalan, menggerakkan persendian tersebut.
3. Kontraktur lutut dan kontraktur pinggul ; lutut menjadi kaku terutama apabila menggunakan bantal untuk menunjang lutut.
Kontraktur pinggul terjadi karena sikap setengah duduk . hal ini baru akan diketahui setelah pasien disuruh berjalan, ternyata pasien tidak dapat lagi berdiri tegak, apabila pasien harus berbaring terus di tempat tidur, maka konttraktur ini dapat dicegah dengan melatih secara teratur tidur telungkup. Kekakuan sendi lain juga dapat terjadi apabila pasien tidak menggunakannya atau melatihnya.
4. Atropi otot
Pada pasien yang berbaring terus dapat mempercepat atropi otot dan merasa sangat lelah. Tanpa latihan khusus sangat sukar mengaktifkan pasien kembali dan pasien cenderung berbaring terus.
5. Gangguan peredaran darah
Peredaran darah menjadi lambat dan akhirnya dapat menimbulkan trombosis dan emboli.
6. Gangguan saluran pernafasan
Pasien yang lama berbaring terus di tempat tidur mudah terserang bronchitis, bronchopneumonia, dan hipostatic pneumonia.
7. Gangguan saluran pencernaan
Nafsu makan berkurang, dapat terjadi obstipasi. Jiga dapat menyebabkan incontinensia alvidan elius.
8. Gangguan jiwa dapat terjadi karena terbatasnya lingkungan akibat harus tinggal di tempat tidur. Akibatnya secara perlahan-lahan pasien menarik diri ke masa bayi dan disorientasi. Juga kadang-kadang disertai dengan main fseces. Apabila pasien dilatih dan diaktifkan kembali dapat dilihat bahwa kepribadiannya dapat sebagian atau seluruhnya kembali.
Jika pasien harus tinggal ditempat tidur, perawat harus membantu mendudukan pasien beberapa kali sehari ditempat tidur dan pasien disuruh bernafas dalam.
Latihan ini membantu melancarkan peredaran darah dan merangsang pernafasan.

c. Kulit

Inkontinensia berbahaya bagi kulit pasien usia lanjut yang sudah keriput, kering dan kurang elastik. Kulit pasien mudah lecet kena sabun, karena itu pasien jangan dimandikan terlalu sering tetapi harus dibersihkan dengan lotion kapanpun diperlukan.


d. Penampilan

Penglihatan yang kabur dan kemunduran motorik dapat mengakibatkan pasien sukar untuk berpakaian rapi, ia mungkin bingung dan lebih memerlukan banyak waktu serta tidak dapat memutuskan pakaian apa yang harus dipakai. Ia mungkin inkontinen dan tidak menukar pakaiannya. Ia mungkin menolak untuk menukar pakaiannya dan mendesak untuk tetap memakai pakaian yang sama setiap hari. Perlu kasabaran dan berikan dukungan agar pasien mau selalu berpakaian bersih dan rapi. Juga harus diperhatikan agar pasien tidak kedinginan, jika cuaca dingin mungkin pasien memerlukan pakaian ekstra agara ia tetap hangat.

3. Perlindungan

Pasien perlu dilindungi dari dirinya sendiri, pasien mungkin bingung (confusid), sering keluyuran dan mudah tersesat, ketiduran saat sedang merokok, atau dapat jatuh tersandung karena benda kecil yang dapat terlihat olehnya, maka diperlukan perlindungan dan observasi yang terus menerus, ia mungkin mencuri barang pasien lain, kadang-kadang agresif sehingga pasien lain harus dilindungi. Walaupun wahamnya sudah menetap, perawat harus selalu memberi orientasi. Jika ilusinya membuatnya tidak dapat tidur, mungkin lampu yang diredupkan dapat membantu. Ciptakanlah lingkungan yang aman bagi pasien.

Prinsip perawatan pasien usila :

1. Menciptakan lingkungan yang aman, hangat dan penuh kasih sayang (t.l.c= tender love care).
2. Jangan memaksakan ide atau perilaku baru kepada pasien
3. Mengusahakan pasien selalu merasa senang dan bahagia
4. Mengusahakan kesehatan fisik pasien
5. Mengusahakan agar pasien dapat mengurus dirinya sendiri
6. Mengusahakan agar pasien berperan aktif dalam terapi okupasi dan kegiatan lain
7. Merancanakan keperawatan setiap pasien sesuai kebutuhannya
8. Menolong pasien agar ia dapat merasakan bahwa ia dibutuhkan dan berguna
9. Perawat harus mengetahui bahwa terapi usila tidak hanya ditujukan untuk memperpanjang usia harapan hidup, tetapi untuk meneruskan satu kehidupan yang bahagia.


ASKEP JIWA LANSIA

PENDAHULUAN

 6,9% dari total penduduk indonesia (15,4 juta jiwa) pada tahun 2000 adalah lansia
v
 Tiap tahun jumlah lansia cenderung bertambah/ meningkat
v
 Lansia merupakan proses penuaan alamiah, yaitu terjadi :
v
- Penurunan fungsi tubuh
- Penurunan adaptasi terhadap stress
 Teori menua :
v
- Biologi
- Psikologi
- Sosial budaya

a. Teori Biologi
Teori progresi biologi, kognitif dan psikomotor yang irrevesible
b. Teori Psikologi
Integritas VS putus asa (teori Erikson)
c. Teori Sosial Budaya
Teori pelepasan merupakan manifestasi dari kemunduran aktivitas, dan cenderung membentuk kelompok dengan teman sebaya (Aging merupakan suatu proses yang normal)

PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Interview
Diperlukan komunikasi terapeutik
1. Topik spesifik, singkat dan jelas, waktu cukup, tehnik yang digunakan
klarifikasi

2. Ciptakan tempat/ lingkungan yang nyaman karena lingkungan baru seringkali
membuat stress.
3. Tempat duduk yang nyaman dan rileks, sehingga dapat duduk dengan tenang
4. Berbicara dan gerakan harus lambat karena pada lansia terjadi gangguan
Sensori

b. Pengkajian kemampuan fungsi
1. Mobilisasi sebagai kemampuan untuk
- Bergerak/ berpindah
- Partisipasi dalam keluarga
- Kontak dengan orang lain
2. ADL
Mandi, berpakaian, makan, BAB & BAK, gerakan menyisir, menyiapkan makan, berbelanja
d. Fungsi fisiologi
1. Nutrisi; mandiri atau dibantu, gangguan mengunyah
2. Medikasi
e. Dukungan sosial
– Interaksi keluarga/ klien untuk adaptasi, kerjasama dan perhatian

DIAGNOSIS

a. Depresi
– Harga diri rendah
– Resiko tinggi merusak diri
– Intoleransi aktifitas
– Defisit perawatan diri
– Gangguan pola tidur
– Perubahan proses fikir


b. Delirium
– Perubahan sensori persepsi
– Kerusakan interaksi sosial

c. Demensia
– Kerusakan komunikasi verbal
– Perubahan penampilan peran
– Defisit perawatan diri
– Kerusakan interaksi sosial

d. Delusi
– Perubahan proses fikir
- Kerusakan interaksi sosial

e. Ansietas
– Koping individu inefektif
– Ansietas
– Intoleransi aktivitas

PERENCANAAN/ INTERVENSI

A. Terapi lingkungan
- Perasaan aman, tenang
- Minimalkan perilaku distruktive
- Stimulasi kognitif untuk memperbaiki fungsi kognitif
B. Terapi somatik
- E C T
- Psychotropic medication
C. Intervensi interpersonal
- Psycoterapi
- Life review terapi
Individu/ kelompok seperti menceritakan riwayat hidup
- Orientasi realita; waktu, tempat, orang (struktur lingkungan; jam, alamat dan kontak realitas)
- Latihan dan terapi kognitif untuk melatih daya ingat
- Terapi relaksasi; cara sederhana untuk relaksasi, nafas dalam
- Konseling untuk meningkatkan empati dan percaya diri
- Pendidikan klien dan keluarga


EVALUASI

- Peningkatan fungsi kognitif
- Peningkatan ADL (Self Care)
- Kesehatan emosional

DIAGNOSA YANG SERING DITEMUKAN :

1. Gangguan daya ingat
- Sebutkan nama perawat dan panggil nama klien pada awal percakapan
- Topik yang akan dibicarakan dipilih oleh klien
- Hindarkan konfrontasi bila pernyataan klien salah
- Penataan barang pribadi jangan dirubah
- Laksanakan program orientasi
2. Gangguan orientasi realitas
- Berikan nama/ petunjuk/ tanda yang jelas pada kamar/ ruangan klien
- Semua petugas memakai nama yang dapat dibaca dengan jelas
- Orientasikan klien pada barang milik pribadi
- Sediakan alat-alat penunjuk waktu (jam yang berbunyi, kalender)
- Terapi aktifitas kelompok dengan program orientasi realita
3. Gangguan perawatan diri
- Buat jadwal mandi, ganti pakaian
- Ajarkan cara mandi secara bertahap
a. Peralatan mandi
b. Langkah-langkah mandi
c. Privacy
- Ajarkan cara berpakaian
a. Langkah-langkah berpakaian
b. Hindarkan kancing dan resleting
c. Instruksi sederhan dan berulang
d. Privacy
- Ajarkan BAB & BAK pada tempatnya
a. Anjurkan ke WC setiap 2 jam setelah makan, sebelum/ sesudah tidur
b. Beri pujian
4. Isolasi sosial
- Kontak dengan keluarga dan teman dekat
- Dorong berhubungan dengan orang lain
- Masukkan dalam kelompok ektifitas
- Buat jadwal kontak sosial secara teratur
5. Resti terjadi kecelakaan
- Beri alat bantu : kaca mata, tonglat, alat bantu pendengaran
- Observasi dan jauhkan alat-alat berbahaya
- Ciptakan lingkungan yang aman : lantai tidak licin, penerangan cukup
6. Resti gangguan pola tidur
- Buat jadwal tetap untuk tidur dan bangun
- Hindari tidur diluar jam tidur
- Hindari tidur siang lebih dari 1 jam
- Mandi sore dengan air hangat
- Minum susu hangat sebelum tidur
- Lakukan metode relaksasi

STUDI KASUS KONTROL FAKTOR BIOMEDIS TERHADAP KEJADIAN ANEMIA IBU HAMIL DI PUSKESMAS BANTIMURUNG MAROS TAHUN 2004


LATAR BELAKANG
Sampai saat ini tingginya angka kematian ibu di Indonesia masih merupakan masalah yang menjadi prioritas di bidang kesehatan. Di samping menunjukkan derajat kesehatan masyarakat, juga dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan kesehatan. Penyebab langsung kematian ibu adalah trias perdarahan, infeksi, dan keracunan kehamilan. Penyebab kematian langsung tersebut tidak dapat sepenuhnya dimengerti tanpa memperhatikan latar belakang (underlying factor), yang mana bersifat medik maupun non medik. Di antara faktor non medik dapat disebut keadaan kesejahteraan ekonomi keluarga, pendidikan ibu, lingkungan hidup, perilaku, dan lain-lain.
Kerangka konsep model analisis kematian ibu oleh Mc Carthy dan Maine menunjukkan bahwa angka kematian ibu dapat diturunkan secara tidak langsung dengan memperbaiki status sosial ekonomi yang mempunyai efek terhadap salah satu dari seluruh faktor langsung yaitu perilaku kesehatan dan perilaku reproduksi, status kesehatan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.1 Ketiga hal tersebut akan berpengaruh pada tiga hasil akhir dalam model yaitu kehamilan, timbulnya komplikasi kehamilan/persalinan dan kematian ibu. Dari model Mc Carthy dan Maine tersebut dapat dilihat bahwa setiap upaya intervensi pada faktor tidak langsung harus selalu melalui faktor penye�bab yang langsung. 2


Status kesehatan ibu, menurut model Mc Carthy dan Maine 1 merupakan faktor penting dalam terjadinya kematian ibu. Penya�kit atau gizi yang buruk merupakan faktor yang dapat mempenga�ruhi status kesehatan ibu. Rao (1975) melaporkan bahwa salah satu sebab kematian obstetrik tidak langsung pada kasus kema�tian ibu adalah anemia.3,4 Grant 5 menya�takan bahwa anemia merupakan salah satu sebab kematian ibu, demikian juga WHO 6b menyatakan bahwa anemia merupakan sebab penting dari kematian ibu. Penelitian Chi, dkk 7 menunjukkan bahwa angka kematian ibu adalah 70% untuk ibu-ibu yang anemia dan 19,7% untuk mereka yang non anemia. Kematian ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan anemia. Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu.8
Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.9 Soeprono.10 menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infek�si dan stres kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian peri�natal, dan lain-lain).10
Prevalensi anemia pada wanita hamil di Indonesia berkisar 20-80%, tetapi pada umumnya banyak penelitian yang menunjukkan prevalensi anemia pada wanita hamil yang lebih besar dari 50%. Juga banyak dilaporkan bahwa prevalensi anemia pada trimester III berkisar 50-79%.11 Affandi 12 menyebut�kan bahwa anemia kehamilan di Indonesia berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 1990 adalah 60%. Penelitian selama tahun 1978-1980 di 12 rumah sakit pendidikan/rujukan di Indo�nesia menunjukkan prevalensi wanita hamil dengan anemia yang mela�hirkan di RS pendidikan /rujukan adalah 30,86%. Prevalensi tersebut meningkat dengan bertambahnya paritas.9 Hal yang sama diperoleh dari hasil SKRT 1986 dimana prevalensi anemia ringan dan berat akan makin tinggi dengan bertambahnya paritas.13 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa prevalensi anemia pada kehamilan secara global 55% dimana secara bermakna tinggi pada trimester ketiga dibandingkan dengan trimester pertama dan kedua kehamilan.6a
Anemia karena defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi pada masa kehamilan sering diidentikkan dengan anemia gizi besi Hal ini juga diungkapkan oleh Simanjuntak tahun 1992 bahwa sekitar 70 % ibu hamil di Indonesia menderita anemia gizi.
Indonesia, prevalensi anemia tahun l970�an adalah 46,5�70%. Pada SKRT tahun 1992 dengan angka anemia ibu hamil sebesar 63,5% sedangkan data SKRT tahun 1995 turun menjadi 50,9%. Pada tahun 1999 didapatkan anemia gizi pada ibu hamil sebesar 39,5%. Propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan SKRT pada tahun 1992 prevalensi anemia gizi khususnya pada ibu hamil berkisar 45,5 � 71,2% dan pada tahun 1994 meningkat menjadi 76,17% 14,3 % di Kabupaten Pinrang dan 28,7% di Kabupaten Soppeng dan tertinggi adalah di Kabupaten Bone 68,6% (1996) dan Kabupaten Bulukumba sebesar 67,3% (1997). Sedangkan laporan data di Kabupaten Maros khususnya di Kecamatan Bantimurung anemia ibu hamil pada tahun 1999 sebesar 31,73%, pada tahun 2000 meningkat menjadi 76,74% dan pada tahun 2001 sebesar 68,65%.
Prevalensi anemia yang tinggi dapat membawa akibat negatif seperti: 1) gangguan dan hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak, 2) Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak. Pada ibu hamil dapat mengakibatkan efek buruk pada ibu itu sendiri maupun pada bayi yang dilahirkan. Studi di Kualalumpur memperlihatkan terjadinya 20 % kelahiran prematur bagi ibu yang tingkat kadar hemoglobinnya di bawah 6,5gr/dl. Studi lain menunjukkan bahwa risiko kejadian BBLR, kelahiran prematur dan kematian perinatal meningkat pada wanita hamil dengan kadar hemoglobin kurang dari 10,4 gr/dl. Pada usia kehamilan sebelum 24 minggu dibandingkan kontrol mengemukakan bahwa anemia merupakan salah satu faktor kehamilan dengan risiko tinggi.
Sumber : Data primer

http://stetoskopmerah.blogspot.com/2009/04/studi-kasus-kontrol-faktor-biomedis.html

Minggu, 28 November 2010

KTI KEBIDANAN GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA

A. Latar Belakang
Menstruasi (haid) merupakan ciri khas kedewasaan seorang wanita, dimana terjadi perubahan-perubahan siklik dari alat kandungannya sebagai persiapan untuk kehamilan. Pada masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Ini ditandai dengan pertumbuhan yang terus berlanjut menuju kondisi somatik, sexual dan psikologi yang lebih matur. Perubahan-perubahan tersebut tidak terjadi secara spontan, tetapi melalui proses pertumbuhan yang cepat setelah menstruasi pertama (menarche). Di akhir masa kanak-kanak akhir sebenarnya terjadi pada masa menjelang kedatangan masa remaja (Jamaluddin, 2004).
Menarche adalah haid yang pertama kali datang. Gejalanya terasa sakit pada daerah mamae, bagian abdomen dan pinggang dan ada sebagian remaja mengalami tumbuhnya jerawat pada saat haid pertamanya.
Sebelum seorang wanita siap menjalani masa reproduksi, terdapat masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa kedewasaan yang lebih dikenal dengan masa pubertas. Permulaan masa pubertas yang sering disebut sebagai pematangan fungsi reproduksi, pada perempuan ditandai dengan haid. Remaja putri yang telah memasuki masa pubertas akan mengalami menarche (Manuaba, 2004).
Di Amerika sekitar 95% anak perempuan mempunyai tanda pubertas pada umur 12 tahun dan umur rata-rata 12,5 tahun. Menarche atau menstruasi pertama merupakan salah satu perubahan pubertas yang pasti dialami setiap anak perempuan (Ganong, 2003).
Usia untuk mencapai fase terjadinya menarche dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor suku, genetik, sosial, sekonomi, dan lain-lain. Di Inggris usia rata-rata untuk mecapai menarche adalah 13,1 tahun, sedangkan suku Bunding di Papua, Menarche dicapai pada usia 18,8 tahun (Jamaluddin, 2004).
Bahwa di Indonesia gadis remaja pada waktu Menarche bervariasi antara 10-16 tahun dan rata-rata Menarche 12,5 tahun, usia Menarche lebih dini di daerah perkotaan dari pada yang tinggal di Desa dan juga lebih lambat wanita yang kerja berat (Wiknjosastro, 2003).
Menarche menjadi hal yang penting bagi seorang wanita dan perlu mendapat perhatian khusus karena hal ini menandai awal kedewasaan biologis seorang wanita (Huffman, 1968).
Anak-anak berusia 12 tahun atau 13 tahun sampai 19 tahun sedang berada dalam pertumbuhan yang mengalami masa remaja. Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak perubahan pada psikis dan fisiknya (Maju, 1996).
Menjadi remaja berarti mengalami proses berat yang membutuhkan banyak penyesuaian dan menimbulkan kecemasan, lonjakan pertumbuhan badani dan organ reproduksi adalah masalah besar yang mereka hadapi, terutama wanita. Menarche adalah peristiwa paling penting pada remaja putri sebagai pertanda siklus masa subur sudah dimulai (Huffman, 1968)
Dari hasil survey pendahuluan yang saya dapatkan di SMP Negeri 5 ......... Tahun 2009 terdapat 300 siswa perempuan, sedangkan yang telah mengalami menarche terhitung 30 orang.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui tentang “Bagaimana Gambaran Pengetahuan Remaja Putri Tentang Menarche di SMP Negeri 5 ......... Tahun 2009”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Remaja Putri tentang Menarche di SMP Negeri 5 ......... Tahun 2009?”.





C. Tujuan Penelitian
C.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Remaja Putri tentang Menarche di SMP Negeri 5 ......... Tahun 2009.
C.2. Tujuan Khusus
C.2.1. Untuk mengetahui pengetahuan remaja putri tentang Menarche di SMP Negeri 5 ......... Tahun 2009 berdasarkan umur.
C.2.2. Untuk mengetahui Pengetahuan Remaja Putri Tentang Menarche di SMP Negeri 5 ......... Tahun 2009 berdasarkan tempat tinggal.
C.2.3. Untuk mengetahui pengetahuan remaja putri tentang Menarche di SMP Negeri 5 ......... Tahun 2009 berdasarkan informasi.

D. Manfaat Penelitian
D.1. Bagi Pendidikan
Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengetahuan remaja putri tentang Menarche dan sebagai bahan bacaan di perpustakaan.
C.2. Bagi yang diteliti
Sebagai bahan informasi bagi siswi di SMP Negeri 5 ......... tentang tingkat pengetahuan terhadap Menarche.
C.3. Bagi peneliti
Menambah pengalaman penulis dalam melakukan penelitian tentang Menarche dan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Pendidikan D.III Kebidanan.